Senin, 30 Desember 2013

I DON'T LIKE HER

Is she still so great?
Does your heart drop just by a single phone call?
You even forgot what you were
saying and think about something else
My heart is more surprised at your quickly hardened face
I’ve never met her but I really don’t like her

How much did you like her to be like this?
How much did you love her to be like this?
What was so great about her?
Why are you like this?

You said you forgot her, that you erased all of her
That it’s all in the past so you don’t even remember
But in reality, are you still embracing her in your heart
And still not being able to let her go?
I’ve never met her but I really don’t like her

How much did you like her to be like this?
How much did you love her to be like this?
How can you make even me be in pain?
Until when are you going to be like this?

Why is she calling you when she coldly left you?
It’s frustrating to see you pick up the call too
As I see you go through this, I still stick by you
For that, I’m the bigger fool
I’m the bigger fool for waiting for you

How much did you like her to be like this?
How much did you love her to be like this?
How can you make me be in pain?
I’ve never met her but I really don’t like her

Rabu, 04 Desember 2013

(SONGFIC) SPRING RAIN



Love came to me like spring rain
Completely soaking me wet
Without a sound,
 it melts my frozen heart and awakens me

Lagi. Entah sudah berapa kali gadis itu menangis dalam rinai hujan yang menyembunyikan air matanya. Menangisi laki – laki yang sama setiap ia menangis selama 2 tahun ini. Hatinya seperti sudah tidak berbentuk, entah beku ataupun cair. Hal yang membuat ia menangis berbeda, namun penyebabnya selalu sama. Berkali – kali ia sudah mencoba menyerah akan perasaanya yang semakin lama semakin menyakitnya. Namun otaknya sudah seperti mati, ia bahkan seperti menikmati setiap rasa sakit yang ia derita karena laki – laki itu.
Ia mengeluarkan suara terisak pelan, sehingga mampu dikalahkan suara hujan yang jatuh beriringan menuju tubuh mungilnya yang berbalut kaos abu – abu muda itu. Ia seperti tidak merasa kedinginan ataupun basah, otaknya terus mengulang kejadian yang terjadi dihadapan matanya sendiri. Lelaki yang ia cintai, tertawa bersama seorang gadis berambut ikal dengan manisnya. Laki – laki itu kelihatan sangat bahagia.
Gadis ini tau itu semua akan terjadi cepat atau lambat, yang ia harap akan terjadi jika perasaannya pada laki – laki  itu telah hilang semua. Tapi apa? Semua berlalu begitu cepat ia rasa, tanpa menghilangkan setitik pun perasaan yang ia rasakan.
Tes…tes…tes
Air hujan itu perlahan terasa berhenti membentur kepala dan bahunya, tak ada lagi suara tetesan air yang jatuh diatas tanah. Kedua bola matanya memandang sekeliling, mengamati keadaan taman itu seusai hujan yang penuh dengan titik air. Gadis itu mendongakan kepalanya dan mengamati langit yang mulai berganti cerah dan tak lagi kelabu. Ia menginjakkan kakinya keatas tanah dan berdiri dengan wajah tegar seadanya. Kembali berubah menjadi gadis dingin yang terlihat angkuh, kemudian berjalan pulang dengan ekspresi datar tak peduli.
Aneh?  Tentu saja. Tapi gadis ini bukannya tidak normal. Ia hanya berusaha untuk menjadi dirinya sendiri saat ini. Menjadi gadis dingin yang tidak peduli keadaan sekitar, tegar menghadapi apapun, dan tidak akan menangisi hal – hal bodoh seperti…cinta.


~~~
It’s sweet
This vague feeling,
this  fluttering heart
I guess I haven’t known love till now
Suara bersin lagi – lagi terdengar dari sebuah bangku di sudut kelas, seorang gadis sesekali menggosok hidung dengan jari tangan mungilnya. Mungkin gadis itu terserang flu akibat berdua dengan hujannya kemarin. Hidungnya terlihat agak memerah dan matanya sedikit berair, seharusnya ia istirahat dirumah saja saat ini.
“Kau sakit eoh?” sebuah punggung tangan mendarat tepat di pipi kanan gadis itu, membuat sang gadis mendongak untuk melihat siapa yang melakukan itu terhadapnya. Laki – laki itu.
Kau, masih peduli padaku?”
“Cuma flu.” Gadis itu menjawab dengan suara datar, berbanding sangat terbalik dengan detak jantungnya yang semakin cepat.
“Mmm…” Laki - laki itu duduk di bangkunya, tidak mempermasalahkan respon gadis itu padanya barusan. Sudah biasa untuknya. Gadis itu memang selalu bersikap tak acuh padanya, tak peduli. Bahkan laki – laki ini kadang berpikir jika gadis itu membencinya. Sedingin itu gadis itu bersikap pada semua orang? Atau…hanya padanya?
Gadis disampingnya sedang berusaha focus pada lembaran – lembaran berisi hal mengenai seni rupa di hadapannya. Otak memang sering tidak sejalan dengan hati. Hatinya masih menikmati perasaan yang samar – samar ia rasakan, manis. Namun entah mengapa, sesering apapun rasa manis itu berubah menjadi pahit, ia tetap menikmatinya. Menikmati debaran jantungnya yang cepat dan tidak beraturan.

~~~
Love makes me be born again
Like the very first time
Rain falls again today and tomorrow
Rain that resembles you is falling

“Aissh, sampai kapan aku ada disini!” Gadis itu menggerutu sendirian di depan gerbang sekolahnya, berteduh didalam sebuah kotak berdinding kaca yang cukup tinggi untuk menampung tubuhnya bersama telepon umum yang berdiri gagah disampinya. Saat gadis ini berjalan pulang, hujan tiba – tiba mengguyur jalanan dengan sangat deras. Satu – satunya tempat berteduh yang berdekatan dengan gadis itu hanyalah sebuah kotak telepon umum, yang membuat gadis itu terjebak sampai saat ini karena hujan belum juga berhenti.
Tiba – tiba jantung gadis itu berdetak tak normal, seperti akan ada sesuatu yang terjadi pada dirinya. Dan, benar saja. Langkah kaki yang terdengar cepat datang menghampiri kotak yang memiliki dinding kaca itu, tak sampai lima detik pintu kotak telepon itu terbuka dan memunculkan sosok yang basah kuyup dengan sebuah payung tak berwarna di tangannya.
Gadis itu hanya mematung melihat laki – laki yang basah kuyup dihadapannya, mencoba bersikap sewajar yang ia bisa. Laki – laki dihadapannya menutup pintu terburu kemudian duduk dilantai, tidak mencoba menoleh atau menyapa seseorang yang sudah lebih dahulu ada disana sebelum dirinya. Sang gadis memperhatikan laki – laki itu dengan teliti, mencari apa sebab ia ada disini. Bukankah ia membawa payung di tangannya?
“Aissh!” Laki – laki itu mengacak rambut basahnya frustasi, sesekali mencoba memasang sesuatu yang lepas dari payungnya. Gadis disampingnya mulai tertarik mengamati lebih dekat, lantas mencoba menyeimbangkan posisinya dengan laki – laki itu.
“Rusak?” Pertanyaan sang gadis hanya dijawab anggukan ringan olehnya, tangannya masih mencoba memperbaiki beberapa pengait dari kain pelindung hujan itu dengan beberapa besi berukuran kecil yang terhubung dengan tiang besar yang merupakan bagian dari gagangnya.
“Berikan padaku.” Gadis itu mengambil alih yang dikerjakan laki – laki tersebut, mencoba memperbaiki benda itu dengan cepat dan teliti. Laki – laki dihadapannya tersenyum samar, mengamati wajah serius yang begitu menarik perhatian baginya. Mengamati setiap lekuk wajah dihadapannya yang menurutnya nyaris sempurna, senyumnya masih melengkung sampai akhirnya sang gadis menyodorkan gagang payung itu ke hadapannya.
“Ah, terimakasih.” Laki – laki itu menerima benda dihadapannya dengan terburu, seperti baru saja tertangkap mencuri sesuatu. Gadis dihadapannya hanya menatap aneh, kemudian berdiri kembali sambil mengamati suasana diluar kotak itu melalu dinding kaca yang nyaris berembun. Ia menghela nafas, takut bila hujan ini tak kunjung berhenti sampai malam.
Laki – laki itu berdiri dan tersenyum puas menatap payung dengan kain transparan itu sudah dapat digunakan kembali. Matanya beralih melihat gadis disampingnya yang menatap hujan resah, sesekali menggosokan kedua tangannya agar sedikit merasa hangat.
Tiba – tiba kedua tangan gadis itu digenggam seseorang, sebuah napas mengenai kedua tangan itu kemudian kedua tangan milik sosok lain menggosokannya lembut, membuat kedua pasang tangan yang merasa kedinginan itu merasa hangat.
Gadis itu hanya mematung merasakan kehangatan yang menjalar dari kedua telapak tangannya, menatap sosok dihadapannya terpaku. Laki – laki itu lantas berdiri dan tersenyum manis, memperlihatkan deretan gigi putihnya.
“Ayo, kita pulang.”
Laki – laki itu menggandeng tangan sang gadis lembut, tangannya yang lain mencoba membuka pintu kemudian mengeluarkan tangannya yang sudah memegang gagang payung dan menekan tombol agar membuat payung itu terbuka. Laki – laki itu mengeluarkan kepalanya yang sudah terlindungi oleh payung kemudian melangkahkan kakinya keluar. Gadis itu mengikuti di belakangnya dalam diam, ia benar – benar bingung harus melakukan apa saat ini.
Mereka pun berjalan berdampingan dalam diam. Sang gadis merasa risih dengan tangan lain yang tertaut dengan tangannya, kemudian melepaskan genggamannya dan menggosokan kedua telapak tangannya. Menghembuskan nafasnya pada kedua telapak tangan itu.
Laki – laki disampingnya memperhatikan, ia tau betul bahwa gadis itu menghindari sentuhannya.
“Masih dingin ternyata.” Laki – laki itu melingkarkan tangannya ke pundak gadis itu, menarik tubuh mungil itu agar lebih dekat dengan tubuhnya. Gadis itu kembali terkejut, matanya membulat, membuat laki – laki disampingnya tersenyum penuh arti dan merangkulnya lebih erat.
DIam. Semua suasana itu berlanjut kembali dalam diam. Gadis itu masih tetap dalam posisi sebelumnya, dalam dekapan lelaki itu dan tak bergeming. Seakan merasa nyaman dengan posisinya saat ini, merasa ingin menghentikan waktu jika ia bisa. Nyaris sama dengan laki – laki disampingnya yang ingin waktu terus berlanjut, terus berjalan, seandainya gadis itu tetap disampingnya. Perasaan mereka sama, hanya terlalu egois untuk saling mengaku.
Tetesan air yang menampar tanah itu mulai berkurang, rintik hujan semakin sedikit membasahi kain transparan yang melindungi kedua orang itu. Langit yang tadi kelabu kini sedikit mengeluarkan warna jingga yang hangat.
Laki – laki itu berhenti berjalan, kemudian menurunkan payungnya dan menatap langit. Gadis itu hanya menikmati pemandangan indah yang sedang mendongakan kepala disampingnya, sebuah anugrah dari Tuhan yang menemaninya hari ini. Gadis itu berharap jika saja pemandangan disampingnya itu hanya miliknya, selamanya.
Laki – laki itu menadahkan tangannya, merasakan ada atau tidaknya air yang jatuh dari langit. Hujannya sudah berhenti.
“Rumahku tidak jauh dari sini.” Gadis itu memecah keheningan, membuat lelaki disampingnya menoleh.
“Aku duluan saja, terimakasih atas payungnya.” Gadis itu membungkuk sopan, kemudian tersenyum samar. Saat kaki gadis itu hendak melangkah, sebuah tangan menarik pergelangan tangannya. Sebuah kecupan mendarat di pipi kanannya, membuat semburat merah muda muncul di kedua pipinya. Gadis itu terkejut sesaat kemudian berbalik dan berjalan cepat – cepat melanjutkan perjalanannya menuju rumah.
Laki – laki itu lantas tersenyum sendirian, mengamati gadis dihadapannya yang melangkah tergesa. Ia menutup payungnya kemudian melanjutkan perjalanannya pulang.
~~~
Love makes me be born again
Like the very first time
I’m smiling again today and tomorrow
I draw you out, I feel you
Gadis itu terus tersenyum mengingat kejadian kemarin sore. Ia seperti sudah gila sekarang. Padahal baru saja hari sebelumnya ia menangis tersedu karena lelaki itu, sekarang ia malah tersenyum sampai pipi dan rahangnya lelah.
Lelaki itu sebenarnya apa? Seenaknya sekali membuat dirinya menjadi seperti ini.
Gadis itu melangkahkan kakinya menuju ruang kelas, seakan siap menerima materi apapun dari dosennya karena emosinya yang sedang baik hari ini.
Namun tidak, tidak sampai laki – laki itu menghampiri gadis berambut ikal yang sedang membaca buku di tengah ruangan. Mereka tampak tertawa bersama, melontarkan candaan satu sama lain.
Senyum gadis itu memudar, merasa kalau peristiwa kemarin sama sekali tidak ada artinya. Bodoh. Lagi lagi ia mengutuk dirinya sendiri yang sudah merasa senang tanpa mengingat sakit hatinya dulu. Apakah lelaki ini hanya mempermainkan perasaannya? Tapi…bukankah gadis ini tidak memilikki hak apapun untuk marah?
~~~
It can't be
To live a day without you
Without you
Feels like dying
It can't be, i can't be,
Without you, seems like i can't live
How can i live
“Aissh kenapa aku bodoh sekali!” lelaki itu kembali melempar panah dart dengan kasar kearah dartboardnya, namun tidak mengenai sasaran. Ia masih merutuki kelakuan bodohnya pagi tadi, berusaha untuk melupakan gadis yang ia cintai dulu dengan mendekati gadis lain.
Lelaki ini masih mencintai gadis berambut panjang sebahu itu, yang ia temui saat hujan di musim semi tiga tahun silam. Gadis yang ia cintai begitu saja ketika mereka sama – sama terjebak dalam hujan, terjebak dalam sebuah perasaan yang mereka tidak tau apa, kenapa, dan bagaimana bisa ini terjadi. Mereka sama – sama diam dalam perasaan yang sama. Tidak ada yang memulai semua, mereka hanya berkomunikasi melalui kontak mata dan hati masing – masing. Dan sebenarnya mereka memiliki perasaan itu, perasaan yang sama.
 Namun lelaki ini terlalu pengecut untuk memulai kembali kisah cinta mereka berdua yang sempat terpisah tiga tahun lamanya. Memang, mereka tidak memiliki hubungan apapun sebelumnya, dan niat lelaki ini untuk menyatakan perasaannya dulu tidak sesuai rencana.
Pada saat hujan di awal musim semi tahun berikutnya, ia baru saja ia akan menyatakan yang sebenarnya namun gadis ini pergi begitu saja, jauh meninggalkan dirinya sendirian, melanjutkan studinya ke Negara matahari terbit yang terkenal dengan bunga sakuranya itu. Lelaki ini terlalu marah untuk menyatakan perasaannya melalui telepon atau apapun. Ia hanya kesal mengapa tidak ada kabar darinya, ia hanya pergi begitu saja. Hingga akhirnya lelaki ini memutuskan untuk melupakannya, mengubur semua kenangan yang menurutnya indah bersama gadis itu. Sampai akhirnya ia bertemu kembali dengan gadis ini disini, sebuah universitas di Genewa.
Semua kenangan yang telah sengaja ia berusaha lupakan akhirnya teringat kembali. Bukan tidak ingin memulai kembali, namun ia masih ragu untuk melakukannya. Apakah gadis ini masih sama seperti dulu? Apakah gadis ini memilikki perasaan yang sama dengannya. Ia tidak tau. Satu hal lagi yang menambah keraguannya. Gadis ini bahkan tidak menghubunginya sama sekali selama ia pergi.
Suara rintikan air terdengar cukup deras membentur bumi, membuat lelaki itu bangkit dari kasurnya lantas melihat keluar jendela. Hatinya berdebar kencang namun samar samar, ia seperti merindukan sesuatu setelah mendengar suara hujan itu. Tangannya meraih mantel berwarna biru tua, kakinya melangkah keluar dari rumah. Mengikuti suara hujan itu kemana akan membawanya.
~~~
The day when the spring rain fell
The day that was filled with your scent
My love goes back in time
And falls down as spring rain
Like destiny

Gadis itu kembali menangis ditemani rinai hujan, namun kali ini dalam keadaan diam dan menunduk. Ia berjanji ini akan jadi tangisannya yang terakhir untuk laki – laki itu. Ia mulai mengorek kembali lukanya yang sudah hampir tertutup itu sebelum bertemu kembali dengan penyebabnya. Mulai mengingat kembali tiga tahun yang ia lalui seperti seorang gadis bodoh yang menunggu sesuatu yang tidak pasti.
Ia masih mencintai lelaki yang ia temui saat rintikan air membasahinya, sama basahnya dengan laki – laki disampingnya. Mereka sama – sama berteduh dibawah pohon besar di sebuah taman kota. Lelaki yang telah mencairkan hatinya yang beku untuk siapapun, yang telah membuatnya serapuh ini, membuatnya menutup hati untuk lelaki manapun. Mereka hanya bertemu beberapa kali, dapat dihitung menggunakan jari. Rumah mereka yang cukup dekat adalah satu – satunya alasan mengapa mereka bisa bertemu di taman itu. Namun seperti ada benang merah yang mengikat mereka berdua lebih erat dari sebuah istilah teman satu perumahan atau tetangga. Hanya beberapa kali saling memandang namun sudah cukup menguatkan dan meyakinkan perasaan mereka jika mereka memilikki sesuatu.
Hingga akhirnya gadis ini harus melanjutkan cita – cita dan tujuannya sejak dulu untuk pergi. Membuat ia harus merelakan pemandangan yang ia kagumi saat hujan waktu itu, atau saat ia melewati sebuah rumah jika pulang atau pun berangkat ke sekolah.
Gadis ini pun terus menanti lelaki itu bertanya soal kabarnya selama di Genewa. Bodoh. Tidak mungkin lelaki ini menghubunginya jika tidak mempunyai sesuatu yang dapat dipakai untuk berhubungan dengannya. Lagi pula, memangnya lelaki ini mempunyai perasaan yang sama dengannya? Ia tidak tau.
Tiba – tiba sebuah mantel hinggap menutupi punggung gadis itu dengan lembut. Gadis itu mendongak dan mendapati lelaki yang sedari tadi berputar di pikirannya itu menatap lembut padanya. Gadis itu berdiri dengan pelan, lantas mendaratkan tamparan keras di pipi lelaki itu.
Laki – laki itu mematung sejenak, cukup terkejut dengan perlakuan gadis itu padanya barusan. Ketika gadis itu hendak melakukan tamparan keduanya, laki – laki itu dengan cepat memeluknya.
“Lepaskan aku!”
“Aku tidak mau.”
Gadis itu memukul lemah dada yang menjadi tempatnya bersandar sekarang, menyalurkan perasaan kesalnya selama ini dengan lemah. Lelah, sedih, bingung menjadi satu. Lelaki itu tetap mendekapnya erat, tidak memperdulikan rasa panas di pipinya atau rasa sakit di dadanya.
“Katakan kau mencintaiku.” Laki – laki itu berbisik lirih.
“Aku tidak mau.”
“Aku bilang katakan kau mencintaiku!” Kali ini lelaki itu bersuara lebih keras dengan suara paraunya.
“Aku tidak mau!!” Laki – laki itu melepaskan pelukannya kemudian meraih kedua belah pipi gadis dihadapannya, menatapnya penuh amarah. Gadis dihadapannya hanya menatap lemah, tenaganya sudah habis untuk menangis.
“Jangan berbohong, katakan padaku. Aku mohon.” Lelaki itu sudah merendah, merelakan apa saja untuk ia lakukan asal ia dapat mendengar kejujuran dari gadis dihadapannya. Batinnya sudah cukup terpukul dengan melihat gadis ini begitu lemah dan tersiksa dihadapannya, tersiksa karena dirinya.
“Aku bahkan seperti orang sekarat tiga tahun ini, kau pikir aku baik – baik saja? Kau pikir aku bersenang – senang tanpamu? Apa pikiranmu sesempit itu hah?!” Lelaki itu mengguncangkan bahu gadis dihadapannya cukup keras, sehingga gadis itu kembali terisak lemah.
“Aku mencintaimu. Walau sudah kucoba untuk lupa berulang kali tapi aku tak bisa. Apa yang kau lakukan padaku sehingga aku seperti ini?? Jawab aku!” Lelaki itu berteriak lelah, mencoba mengatakan perasaan yang ia simpan dan tidak dapat ia ceritakan kepada siapapun.
Gadis dihadapannya memandang lelaki dihadapannya tak percaya, ia seperti bermimpi, Atau mungkin air hujan sudah membuatnya berhalusinasi. Lagi – lagi hujan yang mempertemukan mereka. Hujan yang membawa perasaan mereka masing – masing kembali.
Gadis itu memeluk lelaki dihadapannya erat – erat, menyalurkan semua rasa yang seperti ia tak bisa katakan lagi. Kembali menangis, namun kali ini tangis bahagia. Ia tak menyangka jika kisahnya akan berjalan seperti hujan. Jatuh dan mengalir begitu saja tanpa kenal orang, tempat atau pun waktu. Kisah yang mengalir begitu saja layaknya air, tanpa mereka berusaha untuk saling menemukan. Takdir yang mempertemukan mereka kembali, indah dan terjadi begitu saja, seperti hujan di musim semi.
“Aku juga mencintaimu.”



~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~THE END~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Sabtu, 10 Agustus 2013

RETURN (SEQUEL LAST FANTASY)



CAST :
You and Your’s

Genre:
Sad Romance


AUTHOR P.O.V

Aku kembali, untukmu...

~~~
Kau adalah cerita tak berujung untukku
Kau adalah jalan yang selalu ingin aku lalui,untukku
Kau adalah langit yang jauh untukku
Kau adalah udara yang selalu aku hirup

Gadis itu tidak percaya dengan apa yang ada di hadapannya sekarang. Lelaki yang ia cintai sejak lama itu berdiri di depan pintunya, dengan mawar kesukaannya, persis dengan khayalan yang baru saja ia lamunkan. Kedua sudut bibirnya tertarik keatas membentuk sebuah senyuman tulus. Tapi tunggu, dia...kembali? Untuknya?

“Kau...masih mengingatku kan?” ucap lelaki itu sambil memasang wajah bingung, karena gadis dihadapannya belum mengeluarkan sepatah katapun.
“Tentu, aku...” gadis itu menggigit bibirnya ragu. “...hanya bingung harus mengatakan apa.”

Lelaki itu akhirnya tersenyum, lantas memberikan bunganya pada gadis dihadapannya. Sang gadis mempersilahkan lelaki itu masuk ke rumahnya, membuat laki – laki itu menggangguk lantas mendudukkan dirinya diatas sofa berwarna coklat lembut. Mata laki – laki itu mengamati sekeliling. Cukup aneh memang saat ini dia sebenarnya berada di dalam rumah gadis yang dulu asing baginya. Gadis yang entah sejak kapan sudah menjadi pemicu semangatnya untuk kembali ke sini, kota kelahirannya.

“Silahkan.” Suara lembut membuyarkan lamunan laki – laki itu, matanya lantas beralih menatap minuman yang disajikan oleh tangan gadis itu. Sebuah cahaya sedikit menyilaukan datang dari jemarinya.
“Mmm..terimakasih.” Laki – laki itu lantas tersenyum ragu, menyalahkan matanya bila sesuatu yang barusan ia lihat adalah salah.
“Bagaimana kabarmu?”
“Baik.” Gadis itu lantas duduk dihadapannya. Menjawab pertanyaannya dengan lembut namun terselip nada riang yang sedikit dipaksakan.
“Kau?”
“Eh? Aku..baik.” laki – laki itu tersenyum gugup, sesekali mencuri pandang pada jemari gadis dihadapannya.
“Bagaimana pekerjaanmu?”
“Baik, tidak terlalu sulit mencari pekerjaan di pusat kota seperti Paris.” Gadis itu tersenyum manis, tidak ada yang lebih membahagiakan dibandingkan mendengar kabar baik dari laki – laki yang ia sayangi seperti dia. Lelaki itu melanjutkan bercerita tentang dirinya. Mulai dari saat ia nyaris salah waktu untuk pergi kesana karena musim dingin hanya akan menyebabkan seseorang depresi bagi yang kesana pertama kali, mulai menjalankan kuliahnya dengan serius sampai akhirnya ia mendapatkan gelar S3 dan mulai bekerja disalah satu perusahaan swasta besar disana karena dibantu oleh dosennya.
“Kau tau? Kenapa aku bisa melakukan semua itu?” Gadis itu menggeleng lantas menatapnya penuh tanya.
“Ini memang aneh...tapi, aku...merindukanmu.” Laki – laki itu sedikit lega begitu melontarkan kata – kata yang selama nyaris 8 tahun tersangkut di tenggorokannya. Gadis dihadapannya membelalakan mata tak percaya. Laki – laki ini pasti bergurau. Ah, atau ia terlalu banyak menambahkan gula pada teh yang dibuatnya tadi. Bagaimana bisa laki – laki ini mengeluarkan kata – kata semanis itu.

“Kau tau? Maaf, selama ini aku mengabaikanmu.” Laki – laki itu memandang lantai sambil memikirkan rangkaian kata untuk melanjutkan. Bertahun – tahun ia menahan rasa yang ada di dalam dadanya pada gadis ini. Bertahun – tahun ia dibuat sesak hanya karena berpura – pura tidak melihat saat dulu gadis ini lewat dihadapannya, atau sekedar duduk sendiri di seberang kelas hanya untuk melihatnya pulang. Membuat ia semakin penasaran. Namun ia sendiri menunda semua rasa penasarannya itu untuk fokus pada masa depannya. Gadis dihadapannya baru saja menghapus jejak air mata yang mengalir dipipinya sebelum laki – laki itu kembali mendongak dan tersenyum.

“Aku, bertahun – tahun menahan rasa sesak ini untukmu.”

~~~
Aku merasa hidup kembali saat bersamamu
Aku ingin hidup kembali hanya denganmu
Saat tanpamu aku bernafas
Tapi aku tidak bisa merasakan dan melihat apapun

Gadis ini masih tidak percaya semua peristiwa yang menimpanya sejak siang tadi. Laki – laki ini datang kehadapannya kemudian mengatakan kalau selama ini dia merindukannya. Ya Tuhan, ini pasti khayalan lagi.

“Kau, pasti berc-“
“Aku tidak pernah seserius ini sebelumnya.” Laki – laki itu memotong kata – kata gadis dihadapannya tegas. Memandang bola mata kecoklatan dihadapannya dengan tulus, mengisyaratkan kalau ia sangat jujur.
“Aku mohon, percayalah padaku. Aku...aku tau ini konyol. Mungkin ini terlihat seperti sebuah cerita yang tersusun rapi dan penuh kebohongan. Tapi inilah aku. Orang yang sudah mengabaikan semua perasaanmu sebelumnya, orang yang selalu kau lewati setiap jam istirahat, orang selalu menangkap basah matamu saat sedang menatapku pada jam pulang sekolah. Maaf, aku terlambat.” Gadis dihadapannya semakin tercekat, mendengar semua kejujuran yang meluncur dari mulut laki – laki dihadapannya. Ia bahkan tidak pernah tau sedalam ini perasaan laki – laki itu untuknya, selama ini rasa yang ditahan laki – laki itu untuk bertemu dengannya. Namun mengapa setelah mendengarnya, hatinya semakin sakit.
“Maaf.” Entah untuk ke berapa kali gadis itu mendengarnya hari ini.

“Aku...”
“Aku seperti orang mati saat akan meninggalkan kota ini, memikirkan bahwa aku tidak akan melihatmu lagi dalam waktu yang cukup lama. Memikirkan bahwa aku akan merasa sangat berdosa telah mengabaikanmu. Aku tak tau mengapa aku seperti ini. Bahkan saat aku pertama kali memandangmu dengan jarak yang cukup dekat. Aku menganggap itu sebagai pertemuan pertama yang membuat aku gila.” Laki – laki itu terkekeh pelan mendengar kata – kata yang baru saja ia ucapkan sendiri. Bagaimana bisa seorang laki – laki dingin sepertinya mengucapkan kalimat melankolis yang melebihi batas wajar seperti itu.

“Jadi, aku mohon...buatlah aku hidup kembali. Aku menc-“
“Cukup!” Laki – laki itu menatap gadis dihadapannya bingung. Sejak kapan pipi gadis itu basah?
“Aku mohon hentikan. Aku, tidak mau mendengarnya lagi.” Gadis itu terisak hebat. Kata – kata yang manis itu harusnya membuat seorang gadis terharu lalu menghambur memeluknya atau bahkan tersenyum bahagia. Tapi gadis ini, dia..menangis?

“Aku sangat senang mendengar semua yang memang ingin aku dengar selama ini. Tapi...kenapa?” Gadis itu kembali membiarkan bulir air mata jatuh di pipinya, membuat lelaki dihadapannya semakin bingung.

~~~
Kumohon jangan katakan itu
Jangan mencoba membuatku merasa lebih baik
Itu membuatku semakin kehilangan kesempatan untuk bernafas
Karena aku takut akan cinta
Aku tidak pernah ingin untuk melakukan itu lagi...

“Kenapa kau harus datang sekarang?” Gadis itu menutup wajahnya dengan kedua tangan, membuat punggung tangannya menghadap ke arah laki – laki itu. Sebuah benda menyilaukan itu kini tampak jelas dihadapan matanya. Pikiran yang tadi sempat membuatnya putus asa kini benar – benar membuatnya sesak. Sebuah benda perak dengan permata kecil melingkari jari manis gadis itu dengan angkuh. Seakan membuat perasaan laki – laki itu semakin hancur dengan kilauan permata dihadapannya.
“Maaf.”
“Maaf.”
Kedua insan itu berucap bersamaan, dengan perasaan yang mungkin sama sesaknya. Gadis itu menghapus air mata menggunakan tangannya. Membuat laki – laki itu pindah untuk duduk disampingnya. Lantas memeluk gadis itu erat, membuat gadis itu semakin terisak kencang.

Hati laki – laki itu kini seakan mati rasa. Tak bisa merasakan sedih ataupun bahagia, hanya rasa sesak yang memenuhi dadanya saat ini. Gadis didalam dekapannya tidak menolak atau bahkan melepaskan dekapan laki – laki itu. Tidak merasa bahwa ia adalah laki – laki jahat yang mencoba memeluk seorang gadis yang sudah bertunangan.

Laki – laki itu melepas pelukannya dan tersenyum kaku, menghapus jejak airmata dipipi gadis yang amat dicintainya. Mencoba menenangkan gadis itu dengan usapan lembut tangannya. Gadis itu  mulai tenang, merasakan usapan hangat telapak tangan lelaki itu dipucuk kepalanya. Mulai mengingat kembali sentuhan lelaki itu beberapa tahun silam, yang dulu membuatnya jatuh cinta habis – habisan. Namun sekarang sungguh keadaan yang berbeda, ia merasakan ‘jatuh’ dan ‘cinta’ sekaligus.

“Aku ingin kau berhenti menangis.” Laki – laki itu tersenyum manis dan memegang kedua belah pipi dihadapannya.
“Jangan menangis lagi. Aku tidak ingin ada seorang gadis yang mengadu pada calon suaminya karena telah diganggu oleh orang jahat.” Lelaki itu terkekeh pelan, membuat gadis dihadapannya tersenyum kecil.

“Aku bahagia...” Gadis itu tersenyum mendengarnya.
“Aku memang berharap kau menungguku, tapi...ini lebih baik. Kau sudah hidup dengan orang lain yang tidak akan menyia – nyiakanmu seperti aku. Dan aku yakin, dia akan menyayangimu lebih dibandingkan denganku.” Lelaki itu memandang sang gadis dengan tatapan dalam.

“Ah...sepertinya sudah cukup. Aku harus pulang.” Laki – laki itu lantas berdiri. “Ah aku lupa!” Lelaki itu menghabiskan teh yang sudah hampir dingin itu dengan sekali teguk, membuat gadis yang menghidangkannya tadi tertawa kecil.

Gadis itu menghantarkan tamunya sampai ke pintu depan hingga terdengar suara klakson mobil di depan rumahnya.

“Terimakasih untuk semuanya.” Laki – laki berkemeja abu itu lantas tersenyum dan membungkuk sopan, mengangguk sedikit pada laki – laki berkemeja putih yang baru saja keluar dari mobilnya.

“Siapa?”  Lelaki berkemeja itu memandang heran kepada orang yang baru saja melewatinya tadi, kemudian mencoba bertanya pada calon istrinya.
“Dia orang itu. Orang yang aku ceritakan. Orang yang membuatku akhirnya bertemu denganmu.”


~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~THE END~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~




Senin, 04 Maret 2013

[FICLET] LAST FANTASY


LAST FANTASY

Cast:
You & Yours

Genre:
Romance

Length :
990 words/ Ficlet

Author:
Miranti Rizkika a.k.a Kim Ri Yuan


Udara sejuk pagi hari mulai terasa, seiring dengan bunga yang bermekaran pertanda awal musim semi. Mata gadis itu kini mulai terbuka perlahan, menyesuaikan cahaya yang masuk menembus hazel matanya, merubah posisinya menjadi duduk, kemudian memeluk lututnya yang masih berada dibawah selimut.
Sebuah kalender merah muda terpajang dengan angkuh di meja nakasnya, membuat gadis itu menghela nafas menatapnya. Menyadarkannya bahwa musim telah berganti, yang dirasa gadis itu sangat lama sekali.
Sebuah perubahan, pergantian, terasa lebih lama sejak sosok itu pergi. Sosok yang biasanya mengisi hari – harinya, alasan untuk segala senyumnya, juga penyebab untuk semua air mata yang ia jatuhkan. Dan kini sosok itu telah pergi, pergi jauh meninggalkannya. Meninggalkannya? Mungkin bukan seperti itu maksud lelaki itu meinggalkan gadis ini. Lelaki yang gadis ini kagumi hanya pergi untuk menggapai mimpinya, tanpa maksud meninggalkan gadis ini.
Kekasih? Sahabat? Atau saudara? Tidak. Mereka berdua sama sekali tidak memilikki ikatan apapun. Hanya sebatas saling tau juga satu sekolah, tidak lebih. Namun sejak pertengahan Oktober tahun lalu, lelaki ini seakan mengubah semuanya. Saat gadis ini pertama kali bertemu dengannya dengan cara yang berbeda. Ia melihat lelaki ini lebih dekat, bukan hanya sekedar lewat ataupun tampak sebentar di hadapan matanya. Senyumnya yang tipis mampu menyisakan segaris rasa pada gadis ini, rasa yang aneh dan sulit untuk hilang. Tangan lelaki itu menyingkirkan daun yang berada di pucuk kepalanya. Hanya sentuhan telapak tangan yang menyentuh ujung rambutnya, kemudian lelaki itu tersenyum dan pergi. Gadis itu mengerjapkan matanya tidak percaya, sentuhan hangat tangan lelaki itu bahkan masih terasa di pucuk kepalanya. Berlebihan memang, tapi memang itu yang dirasakannya. Rasa yang tidak biasa, yang mengubah gadis ini nyaris habis – habisan.  
Tubuhnya bergerak untuk beranjak dari tempat tidur, kemudian berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.

~~~
Langit biru dan beberapa potongan awan
Aku menggambar apapun yang aku mau di tempat itu
Aku berpikir jika suatu saat kita akan bertemu lagi
Akankah kau datang kepadaku lagi?

~Last Fantasy~

Jemari mungil itu menyusuri helai demi helai rambutnya, merapikan posisi rambut yang sebelumnya sedikit acak – acakan. Setelah mandi dan sarapan, gadis itu kembali ke kamarnya. Memandang kamarnya yang memang sedari tadi belum ia rapihkan. Tangannya tergerak untuk merapikan tempat tidur, mengatur letak selimutnya menjadi lebih nyaman untuk dipandang. Beberapa potongan awan terlihat melalui jendela kamar itu, bergerak perlahan sesuai angin yang bertiup. Ia mendudukan tubuhnya diatas kursi dekat jendela, memandang awan itu lebih lekat. Bibirnya mengulas senyuman tipis, sudah lama sekali ia tidak melakukan ini, memandang awan setenang ini. Namun kali ini berbeda, ia memandang awan ini sendirian. Biasanya ada yang menemaninya. Bukan, bukan menemaninya. Hanya merebahkan tubuhnya diatas rumput yang terpaut cukup jauh dari tempat gadis itu. Posisi mereka sama, hanya jarak yang cukup jauh memisahkan mereka. Mata gadis itu sesekali melirik sembunyi – sembunyi, mencoba melihat laki - laki yang berbaring jauh disana. Berkhayal bahwa laki – laki itu melakukan hal yang sama dengannya, memandang awan itu bersamanya. Tapi mau bagaimana? Bukankah ia hanya berkhayal? Ia tak tau laki – laki itu memandang awan bersamanya atau tidak.

~~~

Hal – hal yang jauh selalu terlihat lebih indah
Aku membayangkan sedekat apa dunia akan menunjukkan dirimu padaku
Aku masih belia dan penuh dengan rasa takut
Jika itu adalah dirimu, bisakah aku bersandar podamu?
Akankah kau membuka hatimu sedikit lagi?
Tidakkah kau membutuhkan seseorang?
Seperti aku?

~Last Fantasy~

Gadis itu menggelengkan kepalanya kuat – kuat, menepis semua khayalan yang terbersit di benaknya. Ia tak mau berkhayal lagi, ia tak mau terjatuh lagi. Ia tidak ingin merasakan sakit lagi, sakit yang teramat sangat karena ia terlalu berharap lebih. Jatuh cinta memang indah. Namun berbeda bila rasanya kau lebih merasakan ‘jatuh’ nya dibanding ‘cinta’ yang katanya sangat manis itu. Hatinya kembali berdebat dengan pikirannya sendiri. Gadis ini merindukannya, jauh di dalam hatinya. Otaknya diam – diam mengutuk kejadian apapun yang kembali mengingatkannya pada laki – laki itu. Sekecil apapun hal itu, pasti ada sangkut pautnya. Pagi harinya seperti berubah menjadi gelap seperti malam. Dalam sebuah kebenaran, ia sendiri tidak tau mengapa ia bisa sedih seperti ini. Seperti ada celah di hatinya setiap ia mengingat alasan laki – laki itu pergi. Meninggalkannya. Meninggalkan semua khayalan yang tak akan jadi nyata lagi, tanpa laki – laki itu. Meninggalkan semua perasaan yang terlanjur menyelinap memasukki relung hatinya. Sial. Bahkan parfum laki – laki itu seakan masih melekat kuat pada indra penciumannya. Gadis ini merasa sudah gila. Ia tak bisa menahan perasaan ini lagi.
Jemarinya meraih pegangan laci berwarna coklat tua, mengambil beberapa peralatan tulis dan kertas kosong. Sesuatu yang telah jarang dilakukannya setelah laki – laki itu pergi. Pergi untuk meraih cita – citanya sendirian, tanpa bantuan siapapun kecuali kemampuan dan keinginannya sendiri. Tak ada yang salah dengan kepergiannya. Bahkan kalau tidak mengucapkan selamat tinggal pun tidak apa – apa. Gadis ini tidak memilikki hubungan apapun dengannya. Kenapa harus mengucapkan selamat tinggal? Bahkan mungkin, laki – laki ini tidak memikirkan gadis itu sama sekali. Sedikit pun. Lagi – lagi. Alasannya tentu saja karena mereka tidak mempunyai hubungan khusus. Siapa gadis ini? Siapa laki – laki ini? Mungkin hanya gadis ini yang salah mencintainya dan laki – laki ini yang tidak peka karena tidak menyadari perasaan itu sama sekali.
Tanpa sadar tangannya menggoreskan sesuatu sejak tadi. Sesuatu yang sebenarnya sudah melanggar janji yang dibuat gadis itu sendiri. Berkhayal lagi. Mengkhayalkan sesuatu yang tentu saja nyaris tidak akan pernah terjadi. Membayangkan laki – laki itu datang dengan mawar berwarna biru sapphire favoritnya, kemudian berkata bahwa ia kembali untuknya. Gadis itu menteskan air matanya, tangannya menepis aliran kecil dipipinya itu dengan kasar. Kembali membuat janji dan bersumpah bahwa ini khayalan terakhirnya. Tak akan ada lagi khayalan – khayalan lainnya yang bisa membuat gadis itu tertawa atau menangis sekalipun.
Suara ketukan pintu membuyarkan lamunannya, membuat jemari mungil itu tergerak untuk merapikan rambut dan pakaiannya. Tubuhnya bergerak menuju pintu utama. Ketukan kembali terdengar tepat sebelum gadis itu hendak mengintip melalui jendela. Karena terburu ia langsung membuka pintu. Matanya terbelalak, jantungnya berdebar hebat. Ia benar – benar tak percaya. Kemeja abu – abu dan celana panjang hitam membungkus tubuhnya dengan sempurna. Bibirnya tersenyum lebar dengan khas. Tangannya menyodorkan sekumpulan bunga berwarna biru sapphire.

“Aku kembali, untukmu.”

~~~~~~~~~~~~~~~~~THE END~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

THE BOOK ABOUT YOU AND I


THE BOOK ABOUT YOU AND I

Cast       :
-        Kim Hee Chul
-        Kim Ri Yuan
-        OC

Genre    : Teen Romance, Fantasy

Annyeonghaseyo readersku tercintah :* Ada yang kangen sama saya? *ga ada*
Oke ini pertama kalinya saya bikin ff dengan genre Fantasy, dan hasilnya pasti jelek *biasanya juga jelek*
Draft nya udah lama banget dan baru tadi bisa diselesaikan, jadi maaf kalau typo atau apalah hehehehehe
Jujur maluuuuu banget ini nge-share nya gatau kenapa hehehehe
Okedeh selamat membaca ^^

Author Miranti Rizkika a.k.a Kim Ri Yuan! NO COPAS! :D

Author P.O.V

00.50am KST
Chunan, December 24th 2011

Seorang yeoja duduk termenung didepan layar laptop kesayangannya. Matanya berusaha untuk tidak berkedip, mencoba melihat siapa saja yang memperhatikannya. Maksudnya, yang peduli pada dirinya.
Jari tengahnya tampak sedang memutar scroll pada touchpad, berusaha menghilangkan rasa bosannya. Ia kembali membuka satu persatu tab dari sebuah jendela internet, memeriksa akun pribadinya satu persatu. Berharap ada setidaknya satu pemberitahuan yang bisa membuatnya bahagia, membuat rasa lelahnya hilang, atau harapannya sejak lama yang mungkin akan terwujud.

“Ah!” Matanya terbelalak ketika melihat sebuah tanda merah pada ujung kanan jendela akun pribadinya. Gadis ini menautkan semua jemari pada kedua tangan kanannya, dengan kedua sikunya yang bertumpu pada meja. Matanya terpejam, seolah sedang membuat harapan yang sangat besar. Ia menghela nafasnya, kemudian membuka kedua kelopak matanya sebelum jarinya kembali menggerakan kursor.
“Ah...sudah kuduga.” Ia mendesah kecewa, kemudian membalas sebuah ucapan selamat ulang tahun yang ternyata dari orang tak dikenal. Jemarinya mengetik sebuah balasan, kalimat yang ia ketik tampak sangat ceria namun berbeda dengan ekspresi datar yang terpancar dari wajahnya.
Waktu sudah menunjukkan lewat tengah malam saat gadis itu mematikan laptopnya cepat, berharap hari ulang tahunnya segera berlalu begitu saja. Berharap ia terbangun pagi nanti dengan biasa, melupakkan kejadian malam ini, tak perlu ada yang istimewa. Takut hatinya akan  lebih sakit jika berharap terlalu tinggi.

06.12am KST
Chunan,  December 24th 2011

Udara lembut pagi hari sudah menyapa, diiringi beberapa tetesan air diujung dedaunan. Matahari mulai menampakkan sinarnya, menembus celah – celah tirai kamar seorang yeoja.  Sinar itu seharusnya bisa mengusik mimpi yeoja itu, tapi buktinya, suara alarm dari ponselnya bahkan seakan tak mampu mencapai gendang telinganya.

“Yak! Kim Ri Yuan!” suara lembut nan merdu menyapa telinganya. Ah, sebentar. Suara lembut nan merdu?
“Kyaaaaaaa!!” Yeoja itu lantas menendang namja yang lebih tua darinya sekitar dua tahun itu. Namun seperti biasanya, namja itu berhasil menghindar dari gerakan kaki dongsaengnya yang terkesan tiba – tiba.
“Sampai kapan kau mau tidur terus?”
“Aissh, ini kan hari Minggu oppa.”
“Ya! Mana ada hari Minggu ada dua kali dalam seminggu?” Namja itu lantas menjitak kepala dihadapannya tanpa ampun. Ia tak habis pikir, dosa apa dia mempunyai dongsaeng yang ‘agak’ pemalas macam ini.
“Aigoo...ne ne.” Yeoja itu bangun dari posisi berbaringnya lantas mengambil handuknya yang tergantung indah di samping lemari. Sesekali meregangkan tubuhnya sebelum mencapai pintu kamar mandi. Jongwoon –namja-itu- hanya bisa menggelengkan kepalanya, lantas melenggang keluar.
“10 menit, atau kau kutinggalkan.”
“Arraseo.”
Yeoja itu masuk ke kamar mandi memulai aktifitas rutinnya di pagi hari. Berusaha menepati waktu yang ditentukan oppanya tadi.



“Aissh aku benar – benar ditinggalkan.” Yeoja itu mendecak kesal kemudian mengambil sepotong roti yang tersisa tinggal satu, seharusnya masih banyak potongan roti disana. Ya, kalau saja ia lebih cepat lima menit.
“Ige mwoya??? Kim Jongwoon kau benar – benar.” Secarik kertas berbentuk memo tertempel dengan gagah di depan pintu garasinya.

‘KAU PAKAI SAJA SEPEDAKU. JANGAN PROTES!’
P.S : SAENGIL CHUKKAE HAMNIDA! ^^ KKK~

Menghela nafasnya pelan kemudian membuka pintu garasi dihadapannya. Sepeda berwarna biru tua itu masih kelihatan bagus, padahal sudah lama tidak digunakan. Mau bagaimana lagi? Satu – satunya cara untuk sampai ke sekolah dengan selamat dari hukuman, ya dengan sepeda itu. Seandainya ia tidak terlambat, ia pasti sudah berangkat menggunakkan mobil bersama oppanya.
Yuan Ri lantas menaiki kendaraan beroda dua itu dengan hati – hati. Kemudian meluncur keluar pagar rumahnya, dan menyusuri jalan perumahan yang sepi. Ia mulai mengayuh sepedanya lebih cepat, meminimalisir waktu untuk sampai ke sekolah.

“Kyaaaaaaa!!!”

BRUUUUKK

“Awwww!!!”

Seorang namja terpekik kesakitan setelah menerima sentuhan halus dan menyakitkan dari ban sepeda yang dikendarai Yuan Ri. Yeoja ceroboh itu lantas turun dan menghampiri namja tersebut. Awalnya ia hanya menghindari seekor kucing yang melintas, tapi namja ini tiba – tiba muncul dari sebuah gang kecil dari sisi kanan dan terjadilah kecelakaan bodoh ini.

“Omonaa. Gwenchanayo?”

Namja itu tidak menjawab. Hanya melirik Yuan Ri sekilas, kemudian kembali fokus pada memar di kakinya. Kakinya tidak berdarah, tapi rasanya pasti sakit sekali.

“Ah...jeongsohamnida.”

Yuan Ri membungkuk dan meminta maaf berkali – kali, namja itu masih tidak merespon. Namja ini bisu? Atau memar di kakinya membuat syaraf namja itu rusak sehingga ia tak bisa berbicara ataupun merespon ucapannya? Yeoja ini terlalu berlebihan sehingga memikirkan hal – hal seperti itu.

“Aissh..”

 Namja itu hanya merespon dengan meringis, tanpa tertarik untuk menoleh ke arah yeoja itu sekalipun. Yuan Ri menggigit jarinya, ia tak tau apa yang harus ia lakukan. Matanya menangkap sesuatu, seragam namja itu sama dengan yang dipakai olehnya. Tanpa sengaja ia melihat tulisan yang tertera pada name tag yang terletak di sebelah kanan saku seragam namja itu. Ia hampir saja pingsan atau terkena serangan jantung saat melihatnya. Tidak mungkin, tidak mungkin namja itu. Namja yang ia kagumi sejak setahun yang lalu, namja yang ia putuskan untuk dilupakan sejak hari ulang tahunnya.

“Mmm...sepertinya kau satu sekolah denganku Heechul-ssi. Bagaimana kalau kau kuantar ke sekolah sebagai permintaan maafku?”

Namja itu akhirnya mengangkat kepalanya, menampakkan wajahnya yang sedari tadi tidak terlihat oleh Yuan Ri. Yeoja itu membulatkan matanya, hazelnya menangkap sebuah pesona yang tidak terelakan. Lututnya melemas, jantungnya berdebar dengan kecepatan yang tidak normal.

“B..bagaimana?”

Yuan Ri bertanya dengan hati – hati, takut ia salah berucap dan kembali membuat peristiwa bodoh hari ini. Namja itu mengangguk, kemudian mencoba untuk berdiri sambil tetap memegang kakinya. Yuan Ri mengulurkan tangannya dan disambut namja itu. Tiba – tiba menjalar sebuah rasa hangat dari tangan namja tersebut, membuatnya semakin gugup.

“Kajja...”

Ia kembali ke balik kemudi sepedanya, dan menunggu namja itu untuk naik di kursi tambahan di bagian belakang. Setelah merasa ada beban di bagian belakang sepedanya, yeoja itu kembali mengayuh. Yuan Ri nyaris tidak bisa berkonsentrasi sepanjang jalan. Ia tak habis pikir semua peristiwa bodoh ini menimpa orang sepertinya. Ah bukan! Bukan karena itu ia tak bisa berkonsentrasi. Tapi karena namja yang berada dibelakangnya. Namja yang terus membuat jantungnya berpacu tak terkendali.

10.00am KST
Chungwoon High School, December 26th 2011

“Annyeonghaseyo Ri~ah.” Sapa yeoja bernama Sie Na pada chingunya, namun sapaannya tak kunjung mendapat balasan.
“Ya! Yuan Ri~ya!” Siena menepuk bahu yeoja itu pelan, membuat yang ditepuk terkesiap dan memasang wajah terkejut yang alami. Dia benar – benar melamun.
“Aissh, kau ini.” Yuan Ri hanya membalas sapaan Sie Na dengan jawaban sesingkat itu.
“Apa yang kau pikirkan eoh? Tumben sekali kau melamun.” Sie Na bertanya langsung pada inti masalah, sambil menunjuk Yuan Ri tepat di depan hidungnya. Yeoja di depannya hanya memandang telunjuk Sie Na dengan tatapan ngeri.
“Aniya.” Kembali memalingkan wajahnya ke arah jendela, menghindar dari pertanyaan sahabatnya yang lebih mirip pertanyaan introgasi itu. Sesaat wajah namja yang ditemuinya dua hari lalu kembali membayang, menyelipkan sebuah rasa aneh memasukki relung hatinya. Bibirnya melengkungkan senyuman tipis, entah apa artinya.
“Kau, memikirkan seorang namja!” ucap Sie Na nyaris berteriak, membuat beberapa orang di kelas menoleh ke arahnya.  Sepasang tangan menutup mulut Sie Na, membuat yeoja dengan suara melengking itu akhirnya diam dan menyadari suaranya terlalu keras.
“Aissh, aku tidak memikirkan apapun.” Yuan Ri menatap Sie Na sadis, sahabatnya ini kenapa berisik sekali sih. Sie Na segera mengerti maksud Yuan Ri, kemudian mengalihkan pembicaraan.
 “Ne ne, sekarang kita ke kantin bagaimana? Aku lapar.” Rajuk Sie Na sambil menarik tangan Yuan Ri untuk berdiri dan mengikutinya keluar kelas. Yuan Ri hanya pasrah dan mengikuti kemana Sie Na menariknya. Otaknya masih meracau, memikirkan sesuatu yang harusnya tidak terjadi. Yeoja ini mengutuk siapa saja yang telah membuatnya begini, membuatnya bertemu dengan namja itu. Namja yang sangat ingin ia lupakan. Namja yang sudah membuatnya jatuh berkali – kali, jatuh cinta tepatnya.
Yuan Ri menahan nafasnya mendadak, tercekat dengan pemandangan yang tersaji di hadapannya, dan langsung menyembunyikan diri dibalik punggung Sie Na.
“Yuan Ri-ya! Wae geurae?” Sie Na mendesis kesal, merasa dikejutkan dengan pergerakan sahabatnya yang seperti melihat hewan buas lewat dihadapannya. Jantung Yuan Ri berdetak cepat, keringat dingin pun membasahi dahinya. Matanya terpejam, seakan yeoja itu akan mati kalau melihat langsung namja itu.
“Jebal, sebentar saja.” Yuan Ri berbisik, namun masih mencuri pandang dari balik tubuh sahabatnya ini. Namja itu lewat begitu saja dihadapan Sie Na, tentu saja sekaligus dihadapan Yuan Ri juga jika ia tidak bersembunyi. Setelah memastikan namja itu cukup jauh darinya, yeoja itu menghela nafas lega dan berhenti menyembunyikan diri.
“Waeyo?” Ucap Sie Na gusar, chingunya ini seperti melihat hantu saja.
“Ah, aniyo.” Jawab Yuan Ri dengan ekspresi yang dibuat sebiasa mungkin. Memasang senyum lebar agar sahabatnya tidak berniat bertanya lebih jauh. Sie Na mengedikkan bahunya tidak perduli, lantas kembali fokus pada rasa laparnya dan kembali mencari makanan. Sementara Yuan Ri disampingnya fokus pada rasa aneh di dalam hatinya, sesuatu yang seakan membuatnya kehilangan kendali atas apapun. Hanya melihat namja ini dari jauh saja sudah membuatnya seperti ini.
“Kau tidak membeli apapun?”
“Eh aku mau beli...”

KRIIIIIING

“Bel masuk berbunyi!” Sie Na segera menarik tangan Yuan Ri untuk keluar Kantin, dan berlari menuju kelas, diikuti ekspresi cemberut dari wajah sahabatnya.
“Aissh -_-“

15.00pm KST
Hangang City Library, December 27th 2011

Rambutnya yang diikat menjadi dua bagian dan berpita merah muda ikut bergerak seiring langkahnya menelusuri lorong perpustakaan, mencari sesuatu yang menarik untuk dibaca. Tangannya menarik satu persatu buku dari rak, namun masih belum ada yang menarik hatinya. Kini ia menelurusuri rak dengan berbagai buku dengan ukuran cukup besar, berharap kali ini ada buku bagus yang bisa ia pinjam untuk dibaca dirumah.

“Hmm?”
Matanya menangkap sesuatu berbentuk persegi panjang dan berwarna merah marun. Yang menarik adalah karena buku tersebut memilikki ukuran yang berbeda, karena rak ini seharusnya diisi oleh buku – buku besar. Jemarinya menarik buku tersebut keluar dari rak, menampakkan sebuah buku dengan sampul tebal nan polos tanpa tulisan sedikit pun, bahannya tak seperti sampul buku pada umumnya. Membuat gadis ini semakin penasaran akan isinya. Tangannya membuka lembaran buku tersebut secara acak, sekilas matanya menangkap banyak tanggal yang tertera di hampir setiap halaman buku bersampul merah itu.
 ‘Seperti diary’ pikirnya.

“Mungkin ini novel, tulisannya rapi sekali. Sepertinya menarik.”

 Ia berjalan menuju tempat petugas perpustakaan untuk menandai kartu miliknya karena ia memutuskan untuk membaca buku tersebut di rumah.

“Jeongsohamnida nona, sepertinya buku ini bukan milik perpustakaan kami.”
“Mwo?” gadis itu terkejut.
“Biar saya periksa sekali lagi.” Petugas perpustakaan berkacamata itu kembali memeriksa daftar bukunya, mencari spesifikasi buku tersebut. Namun nihil. Buku itu memang bukan milik perpustakaan, tapi mungkin milik seseorang. Ya, seseorang.

17.23pm  KST
Bus Station - Hangang, December 27th 2011

Karena buku tersebut tidak ditemukan pemiliknya, Yuan Ri memutuskan untuk membawanya pulang saja. Entah mengapa buku itu seperti menarik hatinya. Membuat ia semakin penasaran dan memutuskan untuk segera pulang dan membacanya sendiri.
Gadis itu melangkahkan kakinya, sesekali membenarkan tas yang ia selendangkan di bahu kanannya. Sebuah plastik putih berisi kimchi titipan oppanya dijinjing di tangan kanannya. Beberapa jam yang lalu Ia berniat untuk membeli eskrim coklat kesukaannya saja, tapi saat ia melangkahkan kakinya masuk kedalam minimarket, namja bermata sipit bernama Kim Jong Woon itu mengiriminya pesan untuk membeli kimchi karena ia sangat lapar. Karena uang yang digunakan adalah uang Yuan Ri sendiri untuk membeli titipan oppanya, tentu sajaJatah eskrim yang bisa dibelinya berkurang.

“Ck, aku harusnya bisa membeli empat cup! Tapi yang bisa kubeli hanya satu.”

Langkah kakinya terhenti di sebuah halte bus yang sepi, kemudian duduk pada kursi panjang yang berada disana. Bus yang ia tunggu tak kunjung datang, Yuan Ri kemudian melirik plastik belanjaan yang sekarang berada diatas pahanya. Matanya langsung menangkap cup berwarna coklat di dalamnya, berpikir untuk menyantap eskrim itu sekarang juga. Ia memandang objek itu beberapa menit, menimbang – nimbang keputusannya. Baru saja ia akan membuka plastik itu, sebuah bus lewat begitu saja di hadapannya.

“Aaaa tunggu!!!” teriak seorang namja tak jauh dari tempatnya duduk. Yeoja itu terlalu fokus pada eskrim coklatnya sehingga lupa akan bis yang ia tunggu sejak tadi. Yuan Ri hanya membulatkan matanya tak percaya. Bukan, bukan karena bis yang lewat tanpa permisi dihadapannya. Tapi namja yang berteriak di hadapannya barusan.
“Aissh.”
Namja itu duduk di kursi itu dengan wajah kesal, sementara yeoja disebelahnya merasakan gugup yang luar biasa. Namun kali ini ada yang berbeda dari yeoja itu. Biasanya ia akan menghindar namun, matanya seolah terkunci pada namja itu. Merasa dipandangi, namja itu akhirnya menengok ke sebelahnya. Yuan Ri langsung menunduk dan merutuki kelakuan bodohnya karena terus menatapnya tanpa berkedip barusan. Namja itu memperhatikan wajah Yuan Ri yang tertunduk malu lantas menggeser posisi duduknya ke sebelah yeoja tersebut. Bibirnya berusaha menahan senyum saat melihat yeoja itu kelihatan sangat gugup dan ketakutan. Niat jahilnya muncul saat menyadari yeoja itu adalah yang menabraknya beberapa waktu lalu. Jari telunjuknya terulur untuk mencolek pipi yeoja tersebut.

“Neo...”
“Aaaa, iya iya ini aku. Kau masih belum memaafkanku ya? Jeongmal mianhae.”
Yeoja itu tiba – tiba memotong kalimat Heechul dengan ekspresi  terkejut sekaligus takut, membuatnya semakin berniat usil kepada yeoja itu. Ia mati – matian berusaha menahan tawanya, sementara yeoja itu masih menundukan kepalanya tanpa berniat sedikitpun untuk menatap mata Heechul. Ia membuang wajahnya dari yeoja tersebut sesaat,  kemudian tertawa tanpa suara. Yuan Ri mengangkat kepalanya perlahan dan mencoba menoleh kearah namja itu. Namun baru saja Yuan Ri menengokkan kepalanya sekitar satu detik, ia langsung kembali menunduk. Tatapan mereka bertabrakan. Berbeda dengan Yuan Ri yang kembali menunduk ketakutan, Heechul malah semakin merapatkan posisi duduknya dengan Yuan Ri.

“I..ige.” Tangan Yuan Ri tiba – tiba terulur dengan sebuah eskrim cup berwarna coklat di telapak tangannya. Heechul terkesiap dan menatap benda dihadapannya dengan perasaan bingung.
“Ige...mwoya?”
“Untukmu, sebagai permohonan maafku.” Yeoja itu masih menunduk, tak berani menatap sosok dihadapannya.
“Kau berusaha menyuap aku dengan ini agar aku memaafkanmu, begitu?” Balas Heechul berpura – pura serius.
“Bu...bu...bukan begitu...ak..aku...”
“Tatap mata lawan bicaramu kalau sedang berbicara.” Ucap Heechul sambil menggerakan tangannya ke bawah dagu yeoja itu dan menariknya keatas. Membuat Yuan Ri memandang langsung mata namja itu tanpa halangan ataupun jarak yang cukup jauh. Yeoja itu, tidak pernah menatapnya sedekat ini. Heechul menyunggingkan senyum manisnya, membuat yeoja dihadapannya semakin merasa tidak karuan.
“Sekarang begini. Kau makan saja eskrim milikmu itu, aku tidak membutuhkannya.” Lanjut Heechul sambil membuang pandangan kearah jalan, ekspresinya tenang sekali.
“Tapi kau...sudah memaafkanku kan?” tanya Yuan Ri polos.
Heechul tertawa kecil ‘Gadis ini polos sekali’ namja itu berkata dalam hatinya. Jemarinya menurunkan tangan yeoja itu dari posisinya semula, kemudian kembali menatap Yuan Ri tanpa melepas senyuman itu dari wajahnya.
“Aku sudah memaafkanmu Kim Ri Yuan.”
“Mwo? Darimana kau tau namaku?”
“Kau benar – benar ingin tau darimana?”
Yuan Ri menjawab dengan anggukan kepalanya, menunggu jawaban dari namja itu.
“Aku mengetahuinya dari...”
“Ah! Bis nya!” Yuan Ri tiba – tiba berdiri kemudian menarik tangan Heechul untuk masuk kedalam bis. Namja itu terkesiap, merasakan rasa hangat yang tiba – tiba menjalar dari tangan yang menariknya dan tanpa sadar ikut masuk kedalam bus bersama yeoja itu. Matanya masih memandang lekat Yuan Ri yang sedang mencari bangku kosong untuk duduk.
“Ah...penuh sekali.” Ucap Yuan Ri nyaris berbisik namun tetap terdengar oleh namja di belakangnya.
“Tidak ada yang kosong?” tanya Heechul yang membuat darah yeoja itu tiba – tiba berdesir, merasakan suara yang barusan di dengarnya dekat sekali.
 “Ah eottohke.” Yeoja itu masih mencari bangku sampai Heechul menarik tangannya keatas dan memposisikan jemari Yuan Ri untuk tertaut pada pegangan yang tergantung pada langit – langit bus.
“Kalau tidak pegangan, kau bisa jatuh.” Jelas Heechul sambil tersenyum, membuat yeoja itu mengeluarkan semburat merah muda di pipinya. Yuan Ri menatap lurus ke depan, berusaha menyembunyikan rasa malunya akibat perlakuan namja itu. Sedangkan Heechul hanya tertawa kecil sambil terus menatap Yuan Ri hingga bis tersebut melaju cukup kencang.
“Waaa...” pekik Heechul terkejut dan menautkan tangannya pada pegangan diatasnya dengan terburu.
“Kalau tidak berpegangan kau bisa jatuh anak muda.” Ucap seorang ahjumma yang duduk bersebelahan dengan Heechul sambil tersenyum penuh arti. Heechul hanya menganggukan kepalanya dan tersenyum kikuk, sedangkan Yuan Ri hanya tertawa kecil mendengarnya.


20.21pm KST
Chunan, December 27th 2011

Yuan Ri meletakkan kimchinya di dapur dengan tergesa, kemudian segera menaiki anak tangga berwarna putih pucat itu menuju kamarnya.

“Kau tidak makan?”
“Aku tidak lapar oppa.”

Gadis itu langsung memasuki kamarnya tanpa sabar, kemudian menutup pintu kamarnya rapat – rapat. Ia lantas duduk diatas kasur dengan seprai berwarna biru langit dan bermotif beruang miliknya, kemudian mengaduk – ngaduk isi tasnya. Matanya berbinar saat buku yang ia bawa pulang tadi berada pada genggaman tangannya.

“Issh! Kenapa halaman sebelumnya tidak bisa dibuka?” Gadis itu mendengus kesal, beberapa halaman yang terdapat pada bagian depan seperti sudah dilem. Saling terekat sehingga sangat sulit untuk terbuka, padahal saat ia diperpustakaan jelas sekali ia bisa membukanya. Yuan Ri hanya pasrah dan membuka halaman yang satu – satunya terdapat sebait tulisan.

December 27th 2012

Sejujurnya aku tak tau saat pertama kali aku melihatmu lagi.
Saat ditempat itu aku kembali bertemu denganmu
Hingga sekarang aku merasakan rasa yang lebih dari sebuah ‘bahagia’
Semoga ini tak berarti aku juga akan mengalami rasa yang lebih dari rasa ‘sakit’

Gadis itu mendadak tersenyum sendirian setelah membaca tulisan itu. Tulisan yang tertera disana benar – benar apa yang sedang dirasakannya saat ini. Ia kembali memikirkan peristiwa yang terjadi padanya tadi siang. Saat ia kembali bertemu Heechul, saat Heechul tak menatapnya dingin seperti saat – saat sebelumnya, Heechul yang seperti sudah kenal sangat akrab dengannya. Tapi matanya membaca sesuatu yang salah, sesuatu yang aneh.

“27 Desember 2011, itu kan...hari ini.” Ujar Yuan Ri lirih seraya membaca tulisan yang tertera pada bagian atas halaman yang baru saja ia baca. Jemarinya kembali tergerak cepat untuk membuka halaman selanjutnya.
Kedua matanya membulat tak percaya, semua halaman yang ia buka ternyata kosong. Sedangkan halaman sebelumnya tetap saja tertutup rapat. Aneh.

“Ini buku yang aneh.” Gadis itu membolak balik sampul bukunya, namun ia tak menemukan apapun sebagai petunjuk akan semua kejadian aneh ini. Ia mengacak rambutnya frustasi, bagaimana semuanya bisa terjadi? Buku apa itu? Kenapa bisa sama? Gadis itu hanya menyimpan bukunya diatas meja, kemudian kembali duduk dikasur. Merenung, berpikir, melamun, bahkan mengetuk – ngetuk kepala dengan kepalan tangannya sendiri. Semuanya karena buku itu. Buku aneh. Gara – gara buku itu.


09.10am
Chungwoon High School, December 28th 2011

“Ri~ah.” Sie Na menyapa gadis itu dengan ceria seperti biasanya, berbeda dengan orang yang ia sapa. Tampak seperti sedang memikirkan sesuatu yang membuatnya pusing, sesuatu yang sepertinya akan membuat kepala gadis itu meledak segera.

“Sie Na, aku...”
“Ada apa?”

 Sie Na sudah dibuat penasaran dengan ekspresi gadis itu lang sung memotong ucapan Yuan Ri, membuat Yuan Ri langsung mengeluarkan sesuatu dari tasnya. Ya, benda bersampul merah itu.

“Ige mwoya?” Sie Na berusaha membuka halaman bagian depan buku itu, namun seperti yang terjadi seharusnya. Buku itu tidak terbuka, hanya bisa terbuka pada satu halaman.

“Cuma ada satu halaman yang ada tulisannya, sisanya kosong.”
“Iya aku tau, cuma halaman yang pada tanggal 27 kan?”
“Kenangan yang kau ingat sec...”
“Mwoo?”

Yuan Ri langsung merebut buku itu dengan tangan kanannya, memotong ucapan sahabatnya barusan. Bacaan yang dibaca Sie Na sama sekali berbeda dengan apa yang ia baca kemarin.

December 28th 2011

Kenangan yang kau ingat secara acak
Membuatmu tidak bisa berhenti untuk tersenyum
Dan kali ini kau merasakannya.
Rasa yang kau dapatkan saat memeluk seseorang dan tak ingin melepasnya lagi.

“Sekarang?” Yuan Ri kembali terkejut dengan tanggal yang tertera. Tanggal itu hari ini, persis seperti kemarin. Namun kemarin tulisan yang ada ia baca setelah ia mengalaminya, tidak seperti sekarang. Jadi kalau kejadiannya seperti ini, berarti seharusnya...

“Tapi aku tidak memeluk siapapun.” Lirih Yuan Ri.
“Peluk? Siapa yang memeluk? Siapa yang dipeluk?” Sie Na bertanya dengan perasaan bingung dan penasaran. Yuan Ri hanya menjawabnya dengan gelengan kepala, setidaknya ia lebih bingung dibandingkan Sie Na.
“Gwenchana?” Sie Na meletakkan punggung tangan pada bagian kening sahabatnya itu, wajah Yuan Ri tampak pucat. Seperti baru saja melihat hantu.

KRIIIIIIIIIIIING

Suara bel pulang sekolah kembali membawa Yuan Ri pada alam sadarnya, membuyarkan semua lamunannya akibat buku itu. Sie Na hanya menghela nafasnya kemudian membereskan peralatan tulisnya kedalam tas. Yuan Ri sendiri masih belum bisa berbicara, tangannya juga ikut tergerak untuk membereskan barangnya.

“Mau kuantar pulang? Sepertinya kau sakit Ri~ah.” Sie Na menyentuh pundak sahabatnya lembut, dijawab anggukan lemah dari Yuan Ri. Kedua siswi itu akhirnya berjalan keluar dari kelas sambil bergandengan tangan, kemudian memutuskan untuk pulang bersama menggunakan bus kota. Setelah sampai di halte pinggir sekolah, mereka tak kunjung menemukan satupun bus yang lewat. Sebenarnya ada yang lewat, hanya saja terlalu penuh untuk dimasukki.
“Bagaimana kalau kita berjalan kaki sebentar? Yaa setidaknya sambil menunggu bus lewat.” Ujar Sie Na sambil memandang sekelilingnya, masih mencari bus yang mungkin bisa dinaikki.
“Ide bagus.” Ucap Yuan Ri sambil tersenyum dan menggenggam tangan sahabatnya itu. Sie Na kemudian berjalan kaki menuju arah pulang, dengan tangan kiri Yuan Ri pada genggaman tangannya.
“Aku mau eskrim!” Yuan Ri menunjuk gerobak eskrim keliling yang sedang berhenti di seberang jalan, beserta penjualnya yang sedang beristirahat.
“Kita beli!” Mereka berlari menyebrangi jalan menuju gerobak eskrim tersebut.
“2 eskrim coklat.” Ucap Sie Na yang dijawab oleh anggukan penjual eskrim kemudian mulai mengambil eskrim pesanan mereka. Yuan Ri tiba – tiba kembali teringat tulisan pada buku tersebut, membuat ia tidak sadar kalau eskrim sudah berada pada genggaman tangannya juga Sie Na yang sudah menyebrangi jalan. Meninggalkan Yuan Ri yang masih mematung.
“Kau melamun lagi Ri~ah!” teriak Sie Na.
“Eh? Aku segera kesana.” Yuan Ri berlari kesebrang jalan tanpa menengok ke kanan ataupun kiri. Sebuah kendaraan roda empat melaju dengan kecepatan tinggi, menuju ke arah Yuan Ri yang sedang menyebrang.

TIIIIIIIIIN

Suara klakson berbunyi tepat sebelum Yuan Ri berakhir di pelukan seorang namja yang menyelamatkannya. Gadis itu mengerjapkan matanya yang tadi sempat tertutup karena takut, membiarkan cahanya menembus hazel matanya.

“Gwenchana?”
“Nan gwen..cha...nayo.” Yuan Ri masih tidak percaya dengan apa yang ada dihadapannya saat ini, dihadapan orang yang saat ini memeluknya. Orang yang barusan menyelamatkannya.

‘Dan kali ini kau merasakannya.
Rasa yang kau dapatkan saat memeluk seseorang dan tak ingin melepasnya lagi.’

Yuan Ri masih tidak percaya saat Heechul –namja itu- menggandengnya ke sebrang jalan menghampiri Sie Na. Senyum terkembang begitu saja diwajahnya begitu menyadari siapa namja itu. Ia benar benar merasakan apa yang dikatakan buku itu, ia sangat ingin untuk tidak melepaskan pelukan namja itu.

“Ah! Eskrimnya!” Yuan Ri terpekik melihat seragam Heechul juga eskrim yang seharusnya ada dalam genggaman tangannya kini tinggal bagian bawahnya saja.
“Mianhae Heechul-ssi.”
“Gwenchanayo.” Heechul tersenyum manis
“Ehemm  mau beli eskrim lagi atau jadi pulang?” ujar Sie Na menengahi sambil memasang senyuman jahil. Membuat Yuan Ri melepas genggaman tangannya dari Heechul. Sie Na tertawa keras tanpa beban, diikuti juga oleh tawa Yuan Ri. Tawa yang mungkin akan merubah hidupnya segera. Tawa yang mungkin akan dihitung sebagai tiap tetes air mata nantinya.

School Library - Chungwoon High School, July 9th 2012

Seorang namja terlihat sedang memandang tepat ke barisan belakang bangku pembaca. Langkahnya sedikit mengendap – endap untuk mendekati seseorang. Tangannya menutup sepasang mata seorang yeoja yang serius dengan buku kimia yang dipegangnya, eh maksudnya komik serial Conan ditutupi buku Termokimia yang menjadi sampulnya.
“Kyaaa!!!”
Namja itu malah terkejut mendengar teriakan yeoja itu, membuatnya terpaksa membekap mulut yeoja itu.
“Aissh jangan berisik cerewet!” bisik namja itu nyaris tak terdengar setelah terdengar hampir separuh warga perpustakaan mendesis dan menempelkan terlunjuk tepat di depan mulutnya.
“Kau mau apa babo! Menggangguku saja.” Yeoja yang bernama Sie Na itu langsung kembali mengalihkan pandangan pada buku yang berada ditangannya. Namja itu pun duduk tepat disebelah Sie Na, kemudian memasang wajah aegyo.
“Ck, kau menjijikan.”
“Ya! Aku ini imut.” Sie Na dengan enggan melirik namja itu kemudian bergidik ngeri. Namja ini kenapa? Keracunan obat serangga atau apa?
“Aissh berhenti memasang tampang menjijikan seperti itu tuan Cho. Katakan apa maumu.” Kyuhyun tersenyum senang melihat Sie Na menutup bukunya dan mulai menganggap keberadaannya.
“Begini, aku ingin kita damai saja.”
“Damai? Kau kemasukan apa sih?” Sie Na semakin heran dengan tingkah laku musuh abadinya ini, tiba – tiba mengejutkannya kemudian mengajak untuk berdamai. Aneh.
“Begi...”
“Jangan bilang begini, begini terus! Langsung ke inti masalah saja!”
“Aku kan mau mengatakan inti masalahnya cerewet! Dengarkan aku dulu!” Namja itu menjitak kepala Sie Na sekilas, lembut namun menyakitkan.
“Ya! Jangan menjitak kepalaku namja babo!” Sie Na menggigit tangan Kyuhyun yang sedang indah bertengger di kursinya tanpa ampun.
“Ya! Choi Sie Na kau gila!” Kyuhyun mengambil tangannya terburu, masih untung tangannya sekarang masih utuh meskipun ada bekas gigitan.

PLETAK

“Ya!” Kyuhyun dan Sie Na memekik kesakitan bersamaan dan bersiap untuk mengeluarkan umpatan kepada siapapun yang menjitak mereka barusan. Namun mereka langsung menelan ludahnya dan mengurungkan niatnya.
“P..Park Seongsanim.” Kyuhyun berbisik ketakutan.
“SEKARANG JUGA SAPU LAPANGAN! JANGAN SAMPAI ADA SAMPAH TERSISA SEDIKITPUN!”
“T...tapi kk..kenapa?” Sie Na memberanikan diri untuk bertanya.

“KARENA KALIAN SUDAH BERISIK DI PERPUSTAKAAN!”
“Tapi seongsanim.”
“PALLI!”
“Kyaaaaaa...ne seongsanim.” Kedua murid itu pun lantas berlari meninggalkan perpustakaan dan menuju lapangan. Takut hukuman mereka akan bertambah berat apabila membantah. Pria paruh baya itu melirik sesuatu yang tidak biasa berada diatas meja perpustakaan. Tangannya mengambil buku yang ditinggalkan Sie Na kemudian menemukan kejanggalan pada bagian tengah buku Termokimia tersebut. Matanya mendadak berbinar, menemukan sesuatu yang sepertinya membuat ia bahagia setengah mati.
“Aigo! Komik Conan!”
“Sssstt...”
“Mmm...ehem. Kenapa bisa ada komik disini.” Pria itu pun berdehem sebelum keluar perpustakaan untuk menjaga wibawanya, namun komik itu tetap berada dalam genggaman tangannya.

Chungwoon High School, July 9th 2012

July 9th 2012

Tak sabar untuk menemuimu kembali kali ini.
Sesuatu sudah berada dalam genggamanku, berharap kau akan datang dan menyambutnya.
Berharap kau akan datang.

Yuan Ri tersenyum sendiri saat membaca bukunya, buku apa lagi kalau bukan buku bersampul merah itu.
“Datang, kemana?” ujarnya sambil tersenyum manis, kemudian menutup bukunya. Ia masih duduk dibwah pohon, dimana Heechul mengatakan untuk menunggunya. Angin sesekali bertiup ringan, menerbangkan helaian rambut gadis itu perlahan. Gadis itu menggenggam erat buku yang kini sangat dicintainya itu. Buku yang ia temukan beberapa bulan lalu, buku yang menuliskan apa yang akan terjadi di hidupnya setiap hari. Bahkan kini Yuan Ri sudah mengetahui bahwa setiap tulisan – tulisan misterius itu muncul saat tengah malam, tepat ketika sebuah hari baru dimulai. Sehingga kini gadis itu rajin bangun tengah malam untuk melihat isi buku tersebut. Bodoh memang. Tapi apakah salah? Ia hanya ingin tau apa yang akan terjadi kan? Walaupun hidup memang seharusnya selalu menjadi sebuah kejutan.
“Paa!”
“Aku sudah tau.” Yuan Ri tertawa kecil tanpa berniat untuk melihat siapa yang mengejutkannya barusan.
“Cih, kau selalu sudah tau.” Heechul mengerucutkan bibirnya sebal, seharusnya gadis ini pura – pura tidak tau. Namja itu duduk disebelah Yuan Ri kemudian bersandar pada batang pohon.
“Ada apa?”
“Ige.” Namja itu menyerahkan selembar undangan berwana merah, dihiasi dengan pita berwarna emas. Yuan Ri menatap undangan itu sambil tersenyum kemudian mengambilnya dari tangan Heechul.
“Ige mwoya?”
“Ulang tahunku besok, kau...datang kan?”

Yuan Ri menganggukan kepalanya tanpa ragu sambil tersenyum manis. Kedua ujung bibir namja itu tertarik keatas, membentuk sebuah senyuman bahagia yang tak terlukiskan.  Tangannya menarik gadis itu kedalam sebuah dekapan hangat kemudian mencium pucuk kepalanya.

“Gomawo.”
Yuan Ri hanya mengangguk dalam pelukan Heechul, merasakan sebuah dekapan yang selalu ia nikmati. Dekapan dari namja yang ia cintai. Dekapan yang mungkin jadi dekapan terakhir yang ia rasakan. Mungkin.

Chunan, July 9th 2012

“Kim Ri Yuan, chankkaman.” Sie Na berlari mengejar chingunya itu, namun yang dipanggil hanya terus berjalan tanpa mengiraukan. Memang sejak Yuan Ri memilikki buku itu, Sie Na menjadi sedikit khawatir. Bagaimana bisa sahabatnya itu percaya pada sebuah buku yang ia bilang menuliskan takdirnya yang belum terjadi. Ia sudah berkali – kali mengingatkan padanya kalau itu tidak baik, tidak boleh mendahului apa yang sudah ditakdirkan.Tak ada yang boleh tau, manusia manapun.
“Ada apa lagi?”
“Kumohon percaya padaku, jangan baca buku itu lagi.” Sie Na mengatur nafasnya terengah, matanya berusaha meyakinkan Yuan Ri.
“Kau tidak boleh begitu Ri~ah.” Seorang namja berjalan di belakang Sie Na, menghampiri mereka yang kini menoleh ke arahnya.
“Apa urusanmu Cho Kyuhyun?” ujar Yuan Ri meremehkan, semua ucapan kedua orang ini dimatanya hanya sebuah kata – kata kosong tidak berarti. Toh selama ini dia baik – baik saja kan? Berbulan – bulan ia memilikki dan membaca buku itu, ia masih baik – baik saja.
“Kau akan lebih sakit kalau mengetahui sesuatu yang akan terjadi. Itu bukan hak mu Ri~ah.” Kyuhyun berujar dengan nada dingin dan tajam, menatap Yuan Ri dengan tatapan yang sulit dimengerti.
“Apa maksudmu?”
“Kau akan mengetahuinya Ri~ah. Kumohon jangan pernah baca buku itu lagi. Kau akan terluka, cepat atau lambat. Mengetahui takdir yang belum terjadi, bukan kehendak manusia.”
“Aku tidak peduli!” Yuan Ri menahan tangisnya yang akan pecah, kemudian berlari menuju rumahnya, menjauhi Sie Na dan Kyuhyun.
“Ri~ah!!”
“Sudah biarkan saja, kita sudah memperingatkannya.” Kyuhyun menahan tangan Sie Na yang hendak mengejar Yuan Ri. Sie Na yang awalnya membenci Yuan Ri karena chingunya terlalu percaya pada buku itu kini berbalik menjadi kasihan. Ia sangat takut sesuatu yang buruk akan terjadi pada sahabatnya, setelah mendengarkan penjelasan Kyuhyun waktu itu. Ia hanya bisa berdoa agar Yuan Ri baik – baik saja, agar ia tidak terluka. Terluka karena keputusannya sendiri.


00.00am
Chunan, July 10th 2012

Kini gadis itu sudah bangun, kembali untuk memulai aktifitas yang akhir – akhir ini rutin ia lakukan setiap malam. Menunggu tulisan di buku itu muncul dengan sendirinya, menebak – nebak apa yang akan menjadi kejutannya esok hari. Namun kali ini lebih istimewa karena besok adalah ulang tahun Heechul, namja yang ia cintai.

“Hmm? Kosong?”

 Yuan Ri membuka halaman buku tersebut yang ternyata kosong. Seharusnya sekarang sudah ada tulisan tentang apa yang akan terjadi esok hari, seperti biasanya. Kali ini hanya keterangan tanggal yang tertera disana, tanpa tulisan lain. Gadis itu mendecak kesal, kemudian melempar buku tersebut keatas meja belajarnya.
Awalnya ia berniat untuk langsung pergi ke alam mimpi, tapi ia kembali teringat. Ini ulang tahun Heechul. Jemarinya mengetik sebuah pesan singkat, mengirimkan ucapan selamat ulang tahun kepada namja itu. Perasaannya tidak enak, seperti ada yang mengganggu hatinya. Namun gadis itu tidak peduli, dan langsung menaruh ponselnya di meja nakas. Ia merebahkan tubuhnya diatas kasur dan merapatkan selimut. Berharap kegelisahannya malam ini pergi begitu saja.

07.00am
Chungwoon High School, July 10th 2012

Suasana kelas kini cukup berisik, guru yang seharusnya sudah mulai mengajar belum kunjung datang. Gadis itu masih duduk dengan lesu di kursinya, sendirian. Sie Na yang dulu selalu menemaninya kini pindah ke barisan belakang bersama Kyuhyun, jauh meninggalkannya.
Tangannya menggenggam sebuah kotak putih dengan pita merah, berisi sebuah kado untuk Heechul yang harusnya ia berikan hari ini. Ia mengetahui tentu saja lewat ‘buku itu’ kalau Heechul kehilangan pena kesayangannya. Untuk itu Yuan Ri membelikannya sebuah pena baru, berwarna merah seperti warna kesukaan Heechul. Berharap itu menjadi pena kesayangan Heechul nantinya.
Kegaduhan kelas mendadak hilang, seorang pria paruh baya memasukki ruangan dengan raut wajah sedih. Yuan Ri langsung memasukkan hadiahnya kedalam tas.

“Kim Heechul murid kelas 3-3 telah mengalami kecelakaan saat akan menjemput orang tuanya di bandara tadi malam. Diharapkan....”

“K..ke..kecelakaan?” bisik Yuan Ri sangat pelan sehingga hanya bisa didengar oleh dirinya sendiri. Detik berikutnya ia hanya menatap dengan tatapan kosong, telinganya seperti mendadak tuli. Kinerja otaknya hanya bekerja untuk membayangkan Heechul. Hatinya sakit, sakit sekali. Kini ia mengetahui kenapa tulisan itu tak ada. Mengapa buku itu kosong.


Chungwoon Hospital,  July 10th 2012

Langkah kakinya terlihat sangat tergesa, tak peduli dengan tatapan aneh semua orang yang memandangnya. Ia hanya terfokus pada berita yang diterimanya tadi pagi, berita yang sudah mengoyak hatinya dalam. Tiga orang yang tak dikenal tampak duduk di depan ruangan ICU, menatap Yuan Ri lirih.
“A..annyeonghaseyo.” Yuan Ri membungkuk dan mengucap salam dengan sopan, membuat ketiga orang itu membalas salamnya dan membungkuk juga.
“Nuguseyo?” tanya seorang ahjumma yang berdiri kemudian berjalan mendekati gadis itu.
“Kim Ri Yuan imnida.” Ucap Yuan Ri sambil tersenyum tipis, membuat ahjumma itu membulatkan matanya kemudian tersenyum miris.
“Ah...yeppoda. Tepat seperti yang dikatakan Heenim.” Ahjumma itu memegang pipi Yuan Ri kemudian mengusapnya lembut, membuat gadis itu memandangnya bingung.
“Pantas ia rela menjemput kami malam – malam untuk mengenalkan gadisnya pada kami.”
“Hmm?” Gadis itu menatap ahjumma yang ternyata eomma dari Heechul itu bingung.
“Iya, dia berencana akan mengenalkanmu pada kami. Dia ingin mengenalkan gadis istimewanya ini, tapi ya...sepertinya takdir berkehendak lain.”

Hati gadis itu mendadak seperti tercabik, airmata langsung deras membasahi pipinya. Ahjumma itu membawa Yuan Ri kedalam pelukannya. Yuan Ri membalas pelukannya erat, terisak memilukan siapapun yang mendengarnya. Ia menyesal.

ICU-Chungwoon Hospital, July 10th 2012

Yuan Ri menggenggam sebelah tangan yang tanpa infus itu erat – erat. Selang serta kabel terhubung dengan alat – alat yang tampak angkuh menemani tubuh Heechul yang lemah. Namja itu belum juga sadar sejak tadi malam. Dokter mengatakan kalau benturannya terlalu keras sehingga menyebabkan beberapa tulangnya patah dan sebuah benturan di kepala yang membuat namja itu belum sadar hingga sekarang.

“Kenapa ini harus terjadi? Wae?” Yuan Ri terisak lemah, energinya sudah terkuras habis untuk menangis. Ia menatap wajah namja itu yang kini putih pucat, matanya masih terpejam seperti sedang tidur lelap.
“Buku itu.” Tangannya melepaskan Heechul kemudian mengambil tas sekolahnya, mengambil buku yang kini sangat dibencinya lebih dari apapun.
“Kau akan hancur...” Gadis itu hendak menyobek buku itu hingga ia menangkap sesuatu. Kado yang akan ia berikan untuk Heechul.
Ia merenung sejenak kemudian mengambil kotak berpita merah itu. Tangannya membuka kado tersebut tergesa dan mengambil pena yang berada di dalamnya. Otaknya memikirkan sebuah ide yang mungkin gila dan bodoh. Tapi ia tak peduli, dan tetap membuka buku itu. Tangannya menuliskan seseuatu

July 10th 2012

Aku kembali pada pertama kali aku melihatmu lagi.
Saat ditempat itu aku kembali bertemu denganmu
Hingga sekarang aku merasakan rasa yang lebih dari sebuah ‘bahagia’
Semoga ini tak berarti aku juga akan mengalami rasa yang lebih dari rasa ‘sakit’

“Jebal.” Yuan Ri memohon dalam hatinya, namun tak ada yang terjadi.
“Aku...aku sudah tau. Ini tak akan terjadi.” Ujar Yuan Ri sambil terisak, airmatanya jatuh membasahi kertas yang ditulisinya tadi. Tiba – tiba seisi ruangan seperti berputar, seperti ada cahaya lampu terang yang menyilaukan mata. Bayangan kejadian – kejadian yang ia alami mendadak terlintas di otaknya cepat.

“Aku berhasil.” Gadis itu tersenyum manis hingga sebuah cahaya menjemputnya. Membawanya kepada dunia yang berbeda. Membawanya kepada masa lalu.

15.00pm KST
Hangang City Library, December 27th 2012

Gadis berkuncir dua itu kini menatap sebuah buku merah marun di tangannya. Dengan rasa penasaran ia membuka lembar demi lembar buku tersebut.

“Kosong.” Telapak tangannya menutup buku itu, kemudian mengembalikannya pada rak buku. Ia melangkah keluar perpustakaan kota dengan tangan hampa tanpa membawa apapun. Kakinya melangkah dengan pasti, memutuskan untuk pulang.

17.23pm  KST
Bus Station - Hangang, December 27th 2012

“Ck, aku harusnya bisa membeli empat cup! Tapi yang bisa kubeli hanya sa...aiissh sepertinya aku sudah pernah mengatakannya.” Gadis itu mengetuk kepalanya sendiri pelan, merasa kalau yang baru saja diucapkannya seharusnya tidak boleh diucapkan.
Matanya langsung menangkap cup berwarna coklat di dalam plastik diatas pahanya, berpikir untuk menyantap eskrim itu sekarang juga.
“Aniya. Kau tidak boleh memakannya Kim Ri Yuan! Tidak boleh!” Gadis itu membuang pandangan kedepan, entah kenapa hatinya berkata untuk tidak memakan eskrim itu apapun yang terjadi. Sebuah bus kota berhenti dihadapannya, ia lantas menaikki bus yang penuh itu.

“Aaaa tunggu!!!” suara seorang namja diluar bus membuat pintu bus kembali terbuka dan membiarkan namja itu dapat naik. Ia berdiri tepat di belakang Yuan Ri, namja itu pun memandangnya dengan tatapan sedikit heran.
“Ah eottohke.” Yeoja itu masih mencari bangku sampai Heechul menarik tangannya keatas dan memposisikan jemari Yuan Ri untuk tertaut pada pegangan yang tergantung pada langit – langit bus.
“Kalau tidak pegangan, kau bisa jatuh.” Jelas Heechul sambil tersenyum, membuat yeoja itu mengeluarkan semburat merah muda di pipinya. Yuan Ri menatap lurus ke depan, berusaha menyembunyikan rasa malunya akibat perlakuan namja itu.

“Aku sepertinya pernah bertemu denganmu.” Ucap Heechul dengan nada heran.
“Aku juga. Waktu aku menabrakmu itu bukan?”
“Ah ani. Sepertinya disini juga.”
“Mungkin hanya pikiranmu saja.”

Heechul hanya tertawa kecil sambil terus menatap Yuan Ri hingga bis tersebut melaju cukup kencang.
“Waaa...” pekik Heechul terkejut dan menautkan tangannya pada pegangan diatasnya dengan terburu.
“Kalau tidak berpegangan kau bisa jatuh anak muda.” Ucap seorang ahjumma yang duduk bersebelahan dengan Heechul sambil tersenyum penuh arti. Heechul hanya menganggukan kepalanya dan tersenyum kikuk, sedangkan Yuan Ri hanya tertawa kecil mendengarnya.


Jangan melihat terlalu lama ke masa lalu. Ini akan membuatmu kehilangan peluang baru untuk masa depan.
Jangan melihat terlalu jauh ke masa depan. Kau akan kehilangan kesempatan untuk menikmati masa lalumu.
Kau dan aku, kita masih mempunyai waktu.
Aku tak tau kapan dan hari apa.
Hanya saja aku berharap dimasa depan kau adalah sebuah kejutan.
Sebuah hadiah yang tak pernah kuduga.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~THE END~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~