Senin, 14 Juli 2014

FRIEND (?)



Cast
-Lee Naomi
-Lee Jonghyun
Other’s

Genre
Sad, Comfort, Friendship

Length
3.338 words/ Oneshoot

Author
Miranti Rizkika a.k.a Kim Ri Yuan. Kim Ri Yuan is back ;)

Sebelumnya maaaaaaaafff bangeeeet Lidiaaaa, ngaretnya parah banget hehe. Maap yaaak, tadinya mau buat ulang taun kamu cuma baru beres. Maaf ya kalo jeleek ^^v Selamat Baca! :)

From the beautiful fairy tales from my childhood
The love that I learned for the first time was all about the fluttering feelings
I thought that kind of love would come to me too

 “Naomi-ya, aku pinjam tugasmu.”
Tangan itu mengambil beberapa lembar kertas diatas meja seorang gadis, tanpa meminta persetujuan pemiliknya, laki - laki itu langsung saja menyalin jawaban yang tertera disana. Gadis itu hanya menghela napas pelan, kemudian tersenyum pahit. Ia malah menatap laki - laki kurang ajar tadi penuh kelembutan. Huh, untung tugasnya sudah selesai.
Beberapa menit kemudian Han seongsanim datang, bersiap untuk memeriksa yang telah ia tugaskan kepada murid – muridnya minggu lalu. Setelah mengabsen, ia pun mulai memanggil beberapa murid untuk maju ke depan menjawab soal, tentu saja soal berasal dari tugas yang diberikan.
“Berikutnya, Lee Jonghyun.”
Laki - laki tampan itu lantas maju ke depan penuh percaya diri, dengan menenteng sebuah buku dengan sampul merah tua di tangan kirinya. Tangan kanannya menyalin cepat jawaban dari bukunya pada whiteboard. Setelah selesai, ia lantas tersenyum dan menaruh spidol ke tempatnya, kemudian kembali duduk. Ia lolos lagi. Padahal, mungkin selama ia bersekolah di tingkat menengah atas, mungkin hanya beberapa kali ia mengerjakan pekerjaan rumah dengan otak dan tangannya sendiri.

~~~

Honestly, I was afraid, I wasn’t used to my trembling heart when I saw you
Actually, I resented you for acting like everything was normal
Why didn’t you know my heart?

13 Februari 2014

“Omo! Besok valentine kan?”
“Ne! Aish aku harus cepat memberikan coklat ini pada Jonghyun oppa.”

Suara berisik itu sudah entah berapa kali didengar gadis itu. Dan apa? Jonghyun ‘oppa’ ? Berani sekali mereka memanggilnya begitu, memangnya mereka sedekat apa dengan Jonghyun? Gadis gila. Setidaknya begitu pikir Naomi. Ia berjalan lurus keluar gedung sekolah, mencoba tidak mendengar apapun tentang hari esok.
“Naomi-ya.” Suara berat itu menghentikan langkahnya, membuat gadis itu berbalik dan mencari asal suara yang memanggil namanya. Lantas ia menemukan laki - laki yang memakai sweater hitam dengan penutup kepala yang hampir membuat orang lain tidak mengenalinya. Gadis itu lantas tersenyum dan menghampiri.
“Ada apa?”
“Bisa temani aku sebentar?” Naomi mengangguk mengiyakan, kemudian mengikuti laki - laki itu keluar gerbang sekolah, menyusuri trotoar diMyeongdong. Meskipun sepanjang jalan mereka hanya diam, Naomi merasa kalau jantungnya hampir lepas, berdebar kencang sekali, membuat bibirnya tak bisa menahan senyum.
‘Toko Cokelat?’
Ia semakin berdebar kencang saat ia dan Jonghyun masuk bersamanya kedalam bangunan penuh berbagai penganan manis di dalamnya. Gadis itu mengikuti Jonghyun tanpa bertanya. Ia sudah hapal betul watak laki - laki ini, ia harus diam.
“Ja, sekarang pilih yang kau suka.” Ujar laki - laki itu dingin tanpa ekspresi.
“Hmm? Arra.” Tanpa bertanya, Naomi langsung mengiyakan dan memilih satu diantara ratusan cokelat yang tersedia dihadapannya. Ia merasa geli, seakan ribuan kupu – kupu terus beterbangan di perutnya. Ia sampai bingung bagaimana cara mengendalikan kinerja jantungnya yang berlebihan saat ini.
“Kalau ini?”
“Ck, murahan. Pilihlah yang lebih berkelas.” Ujar Jonghyun kejam. Naomi hanya tersenyum kemudian melanjutkan pencariannya pada rak cokelat sebelah kanan. Padahal cokelat berbentuk hati dengan caramel diatasnya itu sungguh menarik menurutnya.
“Yang ini?” Cokelat berbentuk beruang putih itu menarik perhatian Jonghyun, membuat mata laki - laki itu menatap si beruang penuh selidik.
“Kau menyukainya?” ujar Jonghyun melembutkan suaranya. Naomi spontan mengangguk kemudian tersenyum.  Laki - laki itu membawa cokelatnya ke kasir, meminta pada petugas disana untuk membungkus si beruang layaknya sebuah kado. Dalam otaknya Naomi tidak berani menerka untuk apa Jonghyun membeli benda semacam itu.
Setelah membayar, Jonghyun menarik tangan gadis itu keluar toko dan berjalan menuju halte. Naomi merasakan rasa hangat yang menjalar melalui telapak tangannya, jantungnya berdebar, namun entah mengapa rasanya sangat nyaman.

“Akan kuantar kau sampai depan rumahmu.”
“W..wae?”
“Aku hanya merasa harus membalas kebaikanmu.”

Gadis itu hanya diam. Jujur, kata – kata itu sungguh menusuknya. Namun ia merubah kembali pola pikirnya, tentu saja Jonghyun hanya membalas kebaikannya, tak mungkin ada maksud lain. Mereka lantas memasuki bis yang baru saja datang, kemudian duduk bersebelahan. Laki - laki itu memasang earphone di telinganya, kemudian memejamkan matanya seraya bersandar pada kepala kursi. Naomi kemudian menengok perlahan, mencoba melirik ke arah pangeran tampannya itu. Ia tak habis pikir, bagaimana bisa ia jatuh cinta pada laki - laki berdarah dingin seperti Jonghyun. Kutukan macam apa yang mengharuskan Naomi tetap menuruti perintahnya? Namun setidaknya, ini lebih baik dibanding laki - laki ini tau perasaannya.

~~~
14 Februari 2014

BRUUUUK
Laki - laki itu hanya menghela napas ketika beberapa macam cokelat yang dibungkus berwarna warni itu berjatuhan dari dalam lokernya. Seharusnya setiap bulan Februari ia mempunya satu loker kosong untuk menyimpan barang pribadinya, agar tidak berdesakan dengan bungkusan warna – warni itu.
Naomi yang sedang merapikan lokernya tidak heran melihat peristiwa yang terjadi tepat disampingnya barusan.
“Ini ambil.” Ujar Jongyun menyodorkan sebuah tas plastik berisi penuh cokelat yang ia bereskan dari lokernya.
“M..mwo?” Jonghyun hanya memaksa Naomi untuk tetap menerima tas plastik itu tanpa berniat menjawab.
“Tapi kenap…”
“Aku tidak butuh, memenuhi lokerku saja.” Jawab Jonghyun langsung berlaru menuju kelas meninggalkan gadis yang tak sempat mengucapkan terimakasihnya itu.  Naomi tersenyum tipis, kemudian memasukkan tas itu kedalam lokernya, mengikuti Jonghyun masuk kedalam kelas. Saat akan duduk, Naomi melihat buku fisika nya tergeletak diatas meja laki - laki itu, dengan si pemilik meja sedang menyalin dua paragraf terakhir. Naomi tersenyum manis dan duduk di bangkunya, menunggu bukunya kembali diatas mejanya. Seperti biasa. Seperti hari – hari yang sudah ia lalui selama hampir tiga tahun lamanya.

~~~
This isn’t the love I used to know
I thought it was like what I dreamed of, in the fairytale

Langkah kaki gadis ini terasa berat, matanya sembab, bahkan tubuhnya serasa sedang memanggul sesuatu yang sangat berat. Jantungnya terasa tertusuk menyakitkan. Bahkan otaknya terus mengulang kejadian kemarin. Kejadian sepulang sekolah yang harusnya tidak ingin ia lihat.

“Lee Hayoung-ssi?”
“Ne? Jonghyun-ssi?”
“Aku…”
tangan laki - laki itu langsung memberikan box berwarna hitam dihiasi pita berwarna merah hati pada seorang gadis di hadapannya. Sang gadis yang menerima itu hanya memasang wajah terkejut, sedangkan laki - laki yang baru saja memberinya hanya tersenyum tipis dan beranjak pergi. Naomi yang melihat dari celah – celah pintu lokernya yang terbuka itu berusaha memalingkan wajah. Ia tak ingin melihat kelanjutan drama romantis singkat yang baru saja ia saksikan.Ia segera mengunci lokernya cepat, kemudian melangkah pergi. Dengan pandangan matanya yang mulai buram, dengan beberapa tetes air yang membasahi pipinya.

Lee Hayoung. Ia adalah seorang gadis manis yang berada di kelas tingkat satu, berbeda dua tingkat dengan Jonghyun dan Naomi. Tak banyak orang membicarakannya, ia hanya gadis biasa. Namun gadis biasa itu yang telah merebut perhatian seorang Lee Jonghyun. Merebut mata, otak, bahkan hatinya.

“Naomi-ya.” Suara berat itu kembali terdengar di telinga seorang Naomi, memaksanya untuk menoleh meskipun tak ingin. Ia hanya mendongakan kepalanya karena posisi Naomi yang sedang duduk di bangkunya sedangkan Jonghyun berdiri di hadapannya.
“Kimia sudah selesai kan?” ujar laki - laki itu dingin sambil menadahkan tangannya. Gadis itu menghela napas kemudian mengeluarkan buku tulisnya dari dalam tas dan menaruh bukunya tepat diatas telapak tangan Jonghyun. Laki - laki itu langsung saja berbalik kemudian duduk di bangkunya, mengerjakan tugas ‘menyalin’ rutinnya.
Naomi hanya diam sambil menundukan kepalanya, kalau bisa ia ingin menghilang dari tempat ia berada sekarang. Tak ingin melihat laki - laki itu, meskipun kini yang ia lihat hanya punggungnya saja. Menggelikan. Ini seperti bukan Naomi yang sejak dulu penyabar dan tidak memikirkan sesuatu berlarut – larut. Kini ia terus memutar kejadian itu dalam pikirannya. Gadis itu mengalihkan pandangannya pada jam dinding, menunjukkan sudah lima belas menit guru terlambat masuk kelas. Tentu saja artinya tidak ada guru pada jam ini, terbukti dengan keadaan kelas yang mulai gaduh.
“Naomi-ya.” Jiyo menepuk bahunya pelan, membuat gadis itu menoleh lemah kemudian memasang ekspresi bertanya.
“Aku lapar, kau mau ikut?”
“Terimakasih.” Naomi menggeleng sebagai jawaban, Jiyo hanya menghela napas dan tersenyum, kemudian berlalu meninggalkannya. Beberapa saat kemudian keadaan kelas mulai agak sepi, murid – murid yang bosan mulai keluar kelas, ke perpustakaan, kantin, bahkan lapangan olahraga.
Tinggalah Naomi sendiri dalam ruangan. Oh, mungkin tidak. Naomi masih melihat sesosok laki - laki yang melipat tangan diatas meja, dengan kepala yang bersandar pada tangannya tersebut. Naomi menatap sosok itu lembut, kemudian membuang napas lelahnya.
“Jonghyun.”
“…”
“Jonghyun-a.”
“…”

‘Oh, dia tertidur’ pikir gadis itu sambil menopang dagunya. Ia berusaha tersenyum semanis mungkin. Mencoba melepaskan semua beban yang seperti tak bosan menetap di pundaknya. Gadis itu lelah. Sangat.

“Lee Jonghyun.” Naomi berkata lirih, hampir tak terdengar.
“Aku ingin bertanya sesuatu padamu.”
“…”
“Apakah, kau menganggap aku ini temanmu, eoh?” Naomi berkata lemah, sambil tersenyum sendirian. Menanti jawaban dari orang di hadapannya.



“Mungkin saja” Suara berat terdengar, membuat gadis itu terhenyak. Ia mulai berpikir kalau telinganya mulai agak terganggu, atau ia mendengar itu karena terlalu menggilai sosok itu.

“Kau tidak tidur?” Naomi bertanya sekali lagi mencoba meyakinkan dirinya.
“…”

Tidak. Tidak ada jawaban. Oh, bagus sekali. Setidaknya jika jawaban Jonghyun barusan hanyalah racauan dari mulut laki - laki itu saat tertidur, itu cukup melegakan. Akhirnya gadis itu mengetahui status hubungannya dengan Jonghyun. Teman.

~~~
Next to you, I hide my heart
Hiding behind the friend label

Sudah hampir satu jam Naomi duduk di depan ruang ganti di sebuah toko baju. Menanti seorang laki - laki yang sudah berkali – kali keluar dan masuk ruang ganti dengan pakaian berbeda. Kini tirai ruang ganti itu mulai bergerak, menandakan Jonghyun sudah siap untuk menunjukkan pakaiannya lagi.

“Kurang bagus.” Ujar Naomi mengamati laki - laki itu dari atas kebawah, laki - laki itu mengenakan kemeja hitam dengan rompi putih, disertai dasi resmi menggantung di lehernya. Astaga. Selera laki - laki ini sungguh buruk, ia bilang ingin makan malam tapi penampilannya seperti hendak presentasi kerja.
“Ck, kau ini. Apa tidak ada kata lain selain ‘kurang bagus’ –mu itu hah?” Tanya Jonghyun kehabisan rasa sabar.
“Buruk.” Naomi ikut berujar dengan emosi, namun sedetik kemudian ia menutup mulut dengan tangannya. Gadis itu akhirnya tersenyum menunjukkan gigi putihnya sambil bergumam ‘Mian’. Yang dijawab Jonghyun dengan erangan frustasi seraya mengacak rambut dan kembali kedalam ruang ganti. Naomi menghela napas lega, untung saja Jonghyun tidak murka saat ia mengatakan itu tanpa sengaja. Ia kini menatap ke arah sepatunya bosan. Sampai terdengar suara tirai kembali terbuka, gadis itu kembali mendongakkan kepalanya. Menatap pahatan indah Tuhan di hadapannya. Kemeja biru tua itu digulung lengannya sampai siku, dengan jeans abu – abu melekat pada kakinya yang kokoh.

“Eotte?”
“Bagus.” Naomi bergumam tak jelas.
“Aish katakan yang jelas.”
“Bagus kau mirip…”
“Mirip siapa?”
“Mirip…dirimu.” Ujar Naomi lembut, masih terperangkap pesona laki - laki itu di hadapannya. Laki - laki itu hanya menghela napas lega, kemudian menutup tirainya kembali untuk berganti pakaian menjadi pakaian yang tadi dipakainya masuk ke toko ini. Gadis itu masih tersenyum – senyum membayangkan pangeran dibalik tirai tadi. Tampan, seperti yang biasa ia lihat. Namun senyumnya kembali memudar saat ia mengingat kalau ia tau betul dengan siapa Jonghyun akan pergi esok hari. ‘Teman’ nya itu, bisa disebut akan pergi berkencan. Tepat di hari ulang tahun Naomi. Yang mungkin tak akan pernah disadari oleh laki - laki itu.

~~~
Terdengar suara gaduh dari arah dapur sebuah rumah sederhana. Hari ini tempat ber-atap itu hanya diisi oleh satu orang Gadis dan laki - laki. Sedangkan yang sedang di dapur itu adalah seorang laki - laki yang sedang sibuk membaca buku resep masakan, wajahnya sendiri sudah terkena tepung disana sini, tetapi sejak tadi ia hanya mencoba adonan kue. Ia sungguh heran mengapa rasanya belum juga sedap, padahal bahan yang ia masukkan sudah lengkap.

“Donghae oppa?”
“Ne?” ujar laki - laki berambut coklat itu sedikit terkejut, kemudian menggelap tangannya pada apron yang memang sudah mulai kotor.
“Aku pergi dulu ne?” ujar Naomi sambil memakai sepatu kulitnya yang berwarna hitam di ruang tengah, membuat ia harus sedikit mengeraskan suaranya untuk berkomunikasi dengan Donghae di dapur.
“Mwo? Eodiya?”
“Aku ingin sedikit jalan – jalan saja.” Ujar Naomi bohong, ia sedang ingin menenangkan hatinya yang merasa perih.
“Oh arra. Pulanglah sebelum makan malam.”
“Ne, aku pergi.” Ujar gadis itu sambil melangkah keluar rumah, mengatur nafasnya yang terkadang sesak dan berat. Ia berpikir untuk berkeliling taman sore ini, mungkin bisa menghilangkan penatnya yang sedari tengah malam tak bisa tidur. Menanti ucapan selamat dari orang itu. Orang itu. Lee Jonghyun.

Tak terasa kakinya telah membawa ia sampai taman yang dihampari rerumputan luas, langit mulai berwarna jingga menandakan waktu mulai sore hari. Udara terasa hangat disekitarnya, sedikit mendamaikan hatinya. Ia kembali mengingat kemarin saat ia diantar Jonghyun menggunakan sepeda motornya, sebelum Naomi masuk ke halaman rumahnya, mereka sempat melakukan percakapan kecil dan sederhana.

“Gomawo, sudah mengantarku sampai rumah.”

Ujar gadis itu lembut, yang hanya berbalas senyum tipis oleh Jonghyun. Saat laki - laki itu hendak beranjak pergi, Naomi menahan tangannya lembut. Gadis itu menatap iris Jonghyun yang kecoklatan, sempat terpaku sejenak dengan keindahan mata yang ditatapnya.

“Aku ingin bertanya sesuatu padamu.”
“Hm?”
“Jonghyun-a. Apa kau…benar – benar…menyukai gadis itu?”

Jonghyun sempat terkejut dengan pertanyaan yang ia dapat hampir sedetik yang lalu. Tak pernah ada seorang pun yang bertanya selancang itu padanya. Laki - laki itu mengerjapkan kelopak matanya, kemudian membuang pandangan sembarang arah. Pipinya mulai bersemu merah, meskipun waktu sudah mulai larut, Naomi masih dapat melihat rona merah itu cukup jelas.

“Ah, geurae. Aku seharusnya tidak bertanya. Selamat malam.” Gadis itu berbalik jalan kembali masuk ke rumahnya, sampai ia mendengar suara kendaraan berlalu dari halaman. Tetes demi tetes buliran bening itu mulai jatuh, diiringi senyum pedih yang sudah lama menjadi kebiasaan baginya.

Naomi kembali menatap ponselnya lelah. Tak ada satupun ucapan dari laki - laki itu untuknya, bahkan laki - laki itu tidak bertanya mengenai pendapat Naomi mengenai kencannya malam ini. Gadis itu kembali menyimpan ponsel itu di saku rok nya, berharap ada getaran dari benda persegi itu, namun…tak ada.

~~~
Need you, I really didn’t know back then
Need you, I thought we’d last forever
“Ah, Jonghyun sunbae. Mian aku terlambat.” Ujar Lee Hayoung, dengan gaun kuning cerah dan pita hitam menghiasi rambutnya. Gadis itu duduk di hadapan Jonghyun yang gugup, dahinya bahkan sudah mulai berkeringat dingin. Gadis itu cantik, sungguh. Namun warna terang yang dipakai gadis itu membuat Jonghyun teringat seseorang.

“Aku tidak suka warna kuning. Ambil saja.”
“Ayolah, aku kan tidak sengaja menghilangkan pena mu Naomi-ya.”
“Tak usah, ambil saja.”
“Yasudah.”

“Jonghyun sunbae?” suara lembut itu membuat Jonghyun kembali ke dunia nyata, otaknya sempat kembali sebentar ke masa lalu. Yang benar saja, sejak kapan Jonghyun mengingat seorang Lee Naomi?
“Ah, ye?”
“Sudah pesan?” Hayoung berkata dengan tenang, takut membuat Jonghyun marah karena membuyarkan lamunannya barusan.
“Belum. Aku tidak tau harus memesan apa.” Ujar Jonghyun tiba – tiba malas, aneh sekali. Bukannya ia harusnya senang karena ini kencan pertamanya dengan gadis yang ia sukai.
“Baik, aku pesan untukmu.” Ujar gadis itu tersenyum senang.
“Kalau gitu aku pesan dua porsi chesse-“
“Mwo? Bukannya kau tau aku benci keju?” potong Jonghyun dengan nada tidak senang.
“Hmm? Mian sunbae, aku tidak tau.” Hayoung tertunduk lemas, takut dengan wajah Jonghyun yang sekilas terlihat menyeramkan. Gadis itu mengganti pesanannya dengan suara pelan. Laki - laki itu menepuk dahinya, merasa bodoh membuat gadis dihadapannya takut setengah mati. Mungkin ia merasa sangat gugup makanya bersikap seperti ini. Lalu apa maksud ucapannya barusan? Yang tau jika ia tidak menyukai keju hanyalah Naomi. Merasa gugup membuat ia mengambil sesuatu di sakunya, sapu tangan pemberian ‘teman’nya. Naomi menyuruhnya menggunakan sapu tangan itu untuk mengelap keringatnya, namun ia terhenti saat menatap sapu tangan itu.

‘Dia pasti menyukaimu! Lee Jonghyun fighting!’ begitu yang tertulis disana, membuat Jonghyun merasa kepalanya pusing sekarang.

~~~
Tubuh Jonghyun sudah dipenuhi peluh sekarang, rambutnya sudah basah tak beraturan. Laki - laki itu menekan bell rumah ber-cat oranye di hadapannya dengan lemas, tak lama pintu pun terbuka. Seorang laki - laki berambut coklat tua menyambutnya dengan ramah.

“Nuguseyo?”
“Lee Jonghyun imnida.” Ujar laki - laki itu dengan nafas tersengal. Tiba – tiba mata sosok di hadapannya berkilat marah, tangannya mengacungkan pisau plastik pemotong kue di hadapannya.

“Ya! Apa maumu eoh! Kau sudah membuat dongsaengku menangis di hari ulang tahunnya!” Donghae berkata keras seraya menatap Jonghyun murka.
“M-mw-mwo?” Laki - laki itu terkejut sambil memundurkan  kepalanya menghindari tangan Donghae yang mengacungkan benda tajam itu. Dua orang gadis yang mendengar keributan diluar rumah langsung bergegas menuju ke halaman. Jiyo yang mendapati laki - laki chingunya sedang menakut – nakuti Jonghyun langsung memegang tangan Donghae kemudian menurunkannya lembut.

“Oppa, wae geurae?”
“Dia Lee Jonghyun! Laki - laki kurang ajar itu! Berani – beraninya dia da-“
“Jonghyun-a?” Seorang gadis berambut sebatas bahu menghampiri laki - laki itu, memotong ucapan oppanya yang hampir mengumpat habis – habisan. Gadis itu memakai gaun oranye lembut sebatas lututnya, keadaannya hampir sempurna jika saja matanya tidak sembab saat ini. Jonghyun tersenyum lirih, ia ingin mengatakan banyak hal pada gadis itu sekarang.
“Oppa, tinggalkan mereka berdua.” Ujar Jiyo berbisik, tangannya menarik lengan Donghae masuk
kedalam rumah dengan pelan. Donghae menjawab dengan bisikan protes yang lambat laun tidak terdengar.
Kedua insan itu kini hanya saling mengadu tatapan tanpa kata, membiarkan mereka larut dalam benak masing – masing. Naomi mengalihkan pandangan ke arah lain, membuat mereka terjebak dalam situasi diam yang canggung. Jadi, dimana kata – kata yang banyak dan ingin ia katakan itu?

“Bagaimana kencanmu?” Gadis itu duduk di teras dengan santai, berusaha bersikap senormal mungkin. Jonghyun yang merasa diamnya terusik menggaruk tengkuknya kikuk, tenggorokannya seperti tercekat. Ia tidak bisa mengatakan apapun. Laki - laki itu, tidak pernah dalam keadaan seperti ini dengan Naomi.
“M-mwo? Oh..ken..kencan? Ah..aku tidak tau.” Jonghyun yang menjawab langsung menunduk, merutuki kebodohannya. Mengapa otak dan hatinya tidak sejalan? Naomi diam sejenak, menerka – nerka apa yang terjadi pada kencan laki - laki itu hari ini. Hayoung menerimanya? Oh tentu saja, siapa yang tidak mau menerima laki - laki sepertinya.
Naomi tersenyum lemas, tangannya terulur ke hadapan laki - laki itu walaupun  sedikit bergetar.
“Chukkae-..”
“Ah ne! Saengil chukkae hamnida!” Jonghyun berseru keras seperti orang frustasi dengan wajah yang dibuat - buat bahagia, tangannya yang dingin menyambut uluran tangan Naomi, menjabat tangannya. Naomi yang terkejut hanya bisa membelalakan matanya. Apa ia salah bicara? Pasti laki - laki ini terlalu senang karena kencan pertamanya sukses sekali. Tunggu, bukankah tadi ia mengucapkan selamat pada Naomi?
“Hmm? Ah..gomawo Jonghyun-a.” Naomi berkata sambil menatap Jonghyun dalam – dalam, laki - laki itu malah menunduk. Jonghyun berusaha menyembunyikan raut wajahnya dari Naomi.  Gadis itu semakin bingung, malah ikut menunduk sambil memainkan jemarinya seperti anak kecil.
“Naomi-ya.”
“Hmm?”
“Mianhaeyo.”
“Ah, gwenchana. Aku mengerti karena kau selalu lupa ulang tahun-“
“Aniii, maksudku aku benar – benar minta maaf.” Laki - laki itu berucap dengan serius, membuat Naomi disampingnya menoleh cepat.
“Aku benar – benar membutuhkanmu.” Tangan dingin itu menggenggam tangan seorang gadis disampingnya, lantas ikut duduk tepat bersebelahan dengan gadis itu. Naomi menatap laki - laki itu dalam diam, jantungnya benar – benar merasa lelah karena terlalu cepat berdetak sekarang.
“Aku benar – benar tidak bisa melakukan apapun tanpamu Naomi-ya. Aku baru menyadari kau sangat berharga untukku bahkan tidak ternilai dengan apapun. Kau adalah teman terbaik yang aku milikki, keadaan selalu lebih baik jika aku bersamamu. Hanya kau yang mengerti keadaanku. Mianhae, izinkan aku mengulang dari awal lagi.” Gadis itu seperti bermimpi, khayalan yang dulu sudah berusaha ia hilangkan kini bangkit semuanya. Naomi berusaha kembali menepis semua khayalan itu, ia menatap temannya itu dengan lembut, ia tak mau kembali jatuh hanya karena menganggap kata – kata Jonghyun yang barusan dengan berlebihan. Gadis itu tersenyum, membuat Jonghyun ikut tersenyum di hadapannya. Laki - laki itu sedikit lega melihat wajah Naomi yang tidak lagi muram seperti saat ia menatapnya dari depan pintu rumah tadi.
“Kalau begitu, kita mulai dari awal.” Naomi kembali menjabat tangan laki – laki itu yang sempat terlepas.
“Annyeong, Lee Naomi imnida. Aku ingin menjadi teman terbaik yang dimilikki Lee Jonghyun.”
“Annyeong, Lee Jonghyun imnida.” Laki - laki itu tersenyum manis dan menatap Naomi dalam – dalam seakan tak mau gadis itu mengalihkan pandangan darinya. Jonghyun menggenggam tangan gadis itu yang barusan menjabatnya, kemudian ia turun dari posisinya tadi menjadi berlutut.
“Dan aku…ingin menjadi lebih dari sahabatmu, Naomi-ya. Aku membutuhkanmu, saranghae.”

We resembled each other so much and you were my precious friend
Baby, that’s what I believed but you came to me and it was so strange
Now I finally know that you’re so precious
I finally realized that you’re the love that I learned with my heart
You came to me, into my heart, as something more than a friend

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~THE END~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

0 komentar:

Posting Komentar